Pemolisian di Era Vuca
Pemolisian di Era Vuca
Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

Jakarta, MERDEKANEWS - Di era Vuca ( volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) polisi dalam pemolisiannya dituntut mampu memberikan pelayanan kepada publik yang berstandar prima yang maknanya adalah tepat atau akurat dapat juga dikaitkan dengan prima yang unsurnya adalah cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses.

Di era revolusi industri 4.0. dan society 5.0 pemolisian dijabarkan dalam implementasi yang prediktif atau futuristik, visioner proaktif antisipatif dan solutif (problem solving). Pemolisiannya peka peduli dan berbelarasa bagi keutamaannya: kemanusiaan, keteraturan sosial dan peradaban, yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral, secara hukum, secara administratif dan secara fungsional dan secara sosial.

Polisi dalam pemolisiannya tetap menunjukan. Sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.

Di era digital, semua serba online berbasis elektronik. Informasi. komunikasi. koordinasi bahkan komando pengendalian (K3i) dilakukan secara online. Namun, model pemolisian konvensional tetap masih dibutuhkan. Pelayanan kepolisian dalam pemolisiannya di bidang keamanan, keselamatan, hukum, administrasi, informasi, dan kemanusiaan perlu membangun model pemolisian yang dapat menjawab kebutuhan tersebut. 

Kepolisian perlu beradaptasi dengan transformasi ini dengan merintis ide- ide kreatif, beradaptasi, dan mengembangkan wawasan dan inovasi yang membentuk masa depan penegakan hukum dimulai dengan teknologi-teknologi yang mendukung konsep operasi baru, memungkinkan intervensi dan hubungan yang menjaga keamanan masyarakat

Visi besar abadi bangsa Indonesia adalah menjadi negara berdaulat, maju, adil, dan makmur. Dalam mewujudkan visi besar ini, pemerintah melakukan berbagai macam upaya, salah satunya menyusun perencanaan Indonesia Emas 2045 yang memiliki empat pilar utama yaitu:
1. Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi 
2. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
3. Pemerataan pembangunan
4. Pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

Dalam mewujudkan visi Indonesia maju, Polri diharapkan mampu menjadi tempat bersandar bagi masyarakat dalam menghadapi kesulitan, mendapatkan kepastian hukum, maupun dalam mendapatkan pelayanan kepolisian. Sehingga perumusan Grand Strategy harus mampu. Polri juga harus mampu untuk memberikan jaminan keamanan dan rasa aman bagi warganya untuk bertahan hidup tumbuh dan
berkembang atau meningkat kualitas hidupnya.

Permasalahan yang terjadi pada saat ini, bersifat kompleks dan harus dilihat dari berbagai pendekatan. Pendekatan yang mendasar di bawah ini dapat dijadikan acuan bagi petugas polisi di berbagai level untuk membangun dan menjaga citra positif maupun kepercayaan kepada publik antara lain: menyempurnakan, meningkatkan kualitas kinerja sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas, bermoral dan modern sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan pejuang kemanusiaan

Polri dapat berperan secara maksimal dalam mendukung negara ini untuk mencapai visi besar tersebut dengan :

1. Pemahaman dan kesadaran sebagai petugas polisi. Kesalahan dalam pemahaman bisa fatal akibatnya. Rasionalisasi tugas-tugas kepolisian memang perlu dikonsepkan secara akademik, managerial, maupun operasional sehingga dapat dijadikan framework bagi kerja polisi. Framework inilah yang akan menjadi acuan berperilaku, baik secara adminstrasi, managerial, dan/atau moral.

2. Bagaimana agar apa yang ideal sama dengan yang aktual sehingga apa yang dibuat bisa dihayati dan dijadikan acuan kerja. Pada akhirnya, bukan hanya menjadi pajangan perpustakaan, namun juga diajarkan dan dilatihkan agar menjadi habit dan menjadi kesadaran serta tanggung jawab seluruh anggota kepolisian.

3. Membangun sistem kompetensi dan melakukan perubahan yang mendasar baik di bidang pembinaan maupun operasional.

4. Revitalisasi atas pelayanan prima yang dapat membangun kepercayaan masyarakat. Hal ini dilakukan guna penguatan institusi. Implementasinya berbentuk penjabaran visi dan misi, program, peningkatan kualitas kinerja, birokrasi yang dipraktikkan melalui berbagai kreatifitas yang inovasi-inovatif.

5. Siap bekerja berdasarkan kompetensi untuk jabatan-jabatan tertentu dengan terlebih dilakukan assesment. Penataan ini bertolak dari sistem kinerja berbasis teknologi informasi sehingga bisa cepat, tepat, akurat dan akuntabel dan informatif.

6. Membangun soliditas sebagai bagian dari budaya yang memanfaatkan kearifan lokal.

7. Membangun wadah kemitraan dengan stakeholder terkati untuk bersama- sama mencari akar permasalahan dan menemukan solusi yang tepat dan diterima semua pihak.

8. Membuat program-program kemitraan antara polisi dengan masyarakat maupun dengan stakeholder lainnya.

Pengembangan Ilmu Kepolisian

Tantangan yang dihadapi polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya memang harus dijabarkan dan dilakukan secara bertahap sehingga harapan masyarakat terwujud, adanya polisi dengan pemolisiannya yang sesuai dengan prinsip presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan), profesional, cerdas, bermoral, dan modern berbasis pada Ilmu Kepolisian yang pendekatannya antar bidang atau interdisciplinary approach.

Di era digital dan era kenormalan baru polisi dapat memgembangkan model pemolisiannya dalam " smart policing" yang dapat dijabarkan antara lain :

1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian (policing)
2. Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial
3. Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian
4. Dapat diimplementasikan ditingkat lokal, nasional bahkan global
5. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang bydesign
6. Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia nyata maupun dunia virtual
7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service
8. Prediktif, proaktif dan problem solving
9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emergency maupun kontijensi
10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern

Smart policing dapat diimplementasikan dengan model pendekatan wilayah, model fungsi, model dampak masalah pada ranah birokrasi maupun ranah masyarakat, yang diimplementasikan dalam operasi kepolisian yang bersifat rutin, bersifat khusus maupun kontijensi. 

Smart policing dalam implementasi conventional policing, e-policing, dan forensic policing secara konseptual ditunjukkan sebagai berikut:
1. Conventional Policing
Pendekatan ala polisi konvensional yang manual tradisional, kompetensi petugas sebagai pelindung pengayom yang dilakukan dengan cara pengaturan, penjagaan, patroli, penanganan TKP (tempat kejadian perkara), penanganan kejahatan dari pemeriksaan penggeledahan penangkapan penyitaan hingga pengejaran secara konvensional diperlukan kompetensi dasar untuk pengetahuan maupun ketrampilannya. 

Penanganan berbagai masalah dengan reaksi cepat, penangan konflik sosial yang melibatkan massa besar, demonstrasi dan konflik sosial, premanisme jalanan (blue collar crime), perkelahian antar warga/ perang kampung, kecelakaan lalu lintas hingga bencana alam. Penanganan secara reaktif dan cara cara fisik masih diperlukan dan dibutuhkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. 

Kemampuan pemetaan masalah, pemetaan wilayah, pemetaan potensi, bela diri, menembak, kemampuan dasar kepolisian untuk menjaga mengatur serta patroli. Mendatangi dan menangani TKP, menerima laporan dan pengaduan dan sebagainya. 

Penanganan pelayanan kepolisian yang berkaitan pelayanan administrasi, pelayanan hukum, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan informasi dan pelayanan kemanusiaan tetap memerlukan pengetahuan dan kompetensi conventional policing.

2. Electronic Policing (E-policing)
E-policing merupakan program yang berkaitan dengan reformasi birokrasi dan merupakan bagian dari terobosan kreatif untuk menghasilkan inovasi dan kreasi dalam berbagai sistem pelayanan kepolisian baik pelayanan administrasi, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, dan pelayanan hukum, yang saling terhubung atau online yang mampu memberikan pelayanan secara virtual dan mampu mendukung pemolisian yang konvensional (Dwilaksana, 2020). 

Landasan dasar E- policing adalah melalui back office (sebagai operation room atau pusat K3I: komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi). Penerapan e-policing didukung oleh aplikasi berbasis Artificial intellegence (AI) juga jaringan sistem yang terintegrasi berbasis internet of things (IoT). Aplikasi yang berbasis AI mampu berfungsi untuk merecognize atau inputing data baik orang, benda, kendaraan,lingkungan hingga aktifititas. Melalui AI dapat dikonstruksi menjadi model untuk ditemukan algoritma yang berupa infografis, statistik, maupun info virtual lainnya. 

Algoritma dapat berfungsi sebagai prediksi, antisipasi maupun solusi yang dapat diakses secara real time, any time dan on time. Algoritma dapat menjadi landasan atau acuan indeks atau setidaknya sebagai potret visual atas situasi dan kondisi keteraturan sosial. Kompetensi dan pengetahuan bagi petugas siber (cyber cops) yang mengawaki e-policing adalah kemampuan memahami data digital inputing dan analisanya untuk menghasilkan algoritma. 

Memahami prinsip dasar di era digital dan sistem IT dan proses pembangunan big data, dan sistem terintegrasi menuju one gate service system. Sistem analisa dan algoritma merupakan bagian early warning dan problem solving yang prediktif, antisipatif, serta solutif. Petugas cyber cops akan mengimplementasikan smart management agar pemolisian secara aktual maupun virtual ada suatu sistem yang sejalan saling menguatkan atau saling mendukung. 

Permasalahan perbankan, permasalahan keuangan, korupsi, terorisme, penyelundupan, pembajakkan, bahkan cyber crime akan terus berkembang sehingga memerlukan polisi siber yang profesional, mampu menganalisa dan menemukan potensi kejahatan. Kejahatan white collar crime tentu dilakukan secara teroganisir dan dilakukan para ahli atau setidaknya kaum yang memiliki kompetensi. Dengan demikian cybersecurity menjadi sangat penting dan memdasar.

3. Forensic Policing
Di era disrupsi perkembangan masalah nuklir, biolgi, maupun kimia, bahkan fisika (nubika). Di sisi lain, hal-hal di bidang sosial dapat menjadi suatu masalah bagi terjaminnya keteraturan sosial. Era post truth dengan senjata hoax juga dapat digunakan untuk menghambat, merusak, bahkan mematikan produktivitas. Oleh sebab itu, forensic policing memerlukan kompetensi dan pengetahuan dasar tentang nubika atau pun permasalahan sosial. 

Dampak atas penyalahgunaan nubika atau pemanfaatan nubika oleh penjahat yang dapat meneror atau mematikan produktivitas secara masal dan berdampak luas. Kompetensi para petugas forensic policing secara mendasar yang berkaitan dengan konseptual dan teknik forensik bahkan mampu mengetahui pemanfaatan nubika maupun masalah-masalah sosial yang akan dijadikan senjatanya. 

Kemampuan forensik didukung dengan sistem peralatan yang dapat didukung petugas polisi siber maupun pemolisian yang konvensional. Pelayanan di bidang forensik berkaitan pada sistem security yang dapat dikembangkan pada pengamanan pada sektor privat, industrial, publik, ecological, maupun cyber.

Smart policing menjadi model pemolisian yang senantiasa siap memberikan pelayanan kepada publik dalam berbagai situasi, juga dalam situasi emerjensi maupun kontijensi sekalipun. Sebagai wujud pemolisian yang penelitian terkini pada tingkat global mengenai bagaimana model smart policing dapat diukur dan dinilai kualitas pelayanannya yang dirumuskan pada penelitian Ekaabi et al. 

Dimensi pengukuran layanan smart policing dapat dilihat dari trasnparansi, integritas, interaksi timbal balik antara polisi dengan masyarakat (interactivity), kecepatan dalam memberi pelayanan mengakomodasi penyelesaian masalah (responsivity), dan kemudahan mengakses pelayanan kepolisian (servicability)

Smart policing juga mendukung evidence based policing yang berdasarkan riset, penelitian, dan bukti berupa data/fakta sehingga secara konseptual maupun teoritikal dengan berbagai pendekatannya dapat menjadi acuan bagi Grand Strategy Polri. Grand Strategy Polri yang berbasis Smart Policing dapat dibangun secara konseptual, secara fisik, secara scientific, secara infrastruktur dan sistem sistem pendukungnya, selain itu juga pada kurikulum dan pengajarannya, agar tetap fungsional dalam kondisi emergency/darurat sekalipun.

Mengacu pada Smart Policing Initiative (Bureau of Justice Assistance, 2012), strategi penerapan inovasi pada pemolisian dapat dilakukan dengan sistem riset dan pengukuran performa yang komprehensif; menetapkan target strategis yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kepolisian; penggunaan informasi intelijen, riset, dan sumber data lainnya sebagai dasar penerapan kebijakan dan tindakan di lapangan; melakukan transformasi dan pembenahan organisasi secara terus menerus dengan menekankan meritokrasi, kemampuan beradaptasi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan; serta melakukan kolaborasi dengan seluruh pihak/stakeholder terkait dengan Polri dalam rangka meningkatkan inovasi dan performa kinerja kepolisian.

Di sisi lain, model smart policing menggambarkan kerangka kerja komprehensif yang dirancang untuk meningkatkan penegakan hukum dan kepercayaan publik melalui sistem intervensi multidimensi (Afzal dan Panagiotopoulos, 2020). Tujuan utama penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban bersatu untuk membangunkepercayaan publik. 

Mekanisme inti yang menggerakkan kerangka kerja ini adalah intervensi multidimensi, yang mencakup strategi lingkungan, tindakan penegakan, dan inisiatif keterlibatan komunitas. Intervensi ini didukung oleh berbagai proses, antara lain: konstruksi kejahatan, pendeteksian kejahatan, pengawasan otomatis, dan pemantauan ketegangan otomatis. Masing-masing proses ini didukung oleh analisis informasi data, yang mengintegrasikan data yang diarahkan, data otomatis, dan data yang bersumber dari keramaian. 

Analis memainkan peran penting dalam mengelola dan menginterpretasikan data ini, mempengaruhi semua proses utama. Selain itu, framework ini menekankan pentingnya mempertimbangkan isu-isu hak asasi fundamental dalam melaksanakan pemolisian, memastikan bahwa upaya menjaga keamanan publik tidak melanggar hak individu. Bagaimana hubungan informasi dan pengaruh, menunjukkan bagaimana intervensi berbasis data mendukung tujuan penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban, yang pada akhirnya membangun kepercayaan publik.

Model Smart Policing Sumber: Afzal dan Panagiotopoulos (2020)

Perubahan pola maupun model pemolisian memerlukan grand design dan grand strategi yang dapat dikatakan smart policing, yaitu harmonisasi antara conventional policing, electronic policing atau e-policing dan forensic policing, untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial bagi kemanusiaan dan pembangunan peradaban.

Implementasi Smart Policing dalam Grand Strategy Polri

Polisi dan pemolisiannya dalam perspektif perilaku organisasi sejatinya membuat harmoni dan berbagi kebahagiaan dengan terwujud dan terpeliharanya keamanan dan rasa aman. Institusi merupakan wadah atau badan untuk mencapai tujuan. Tujuan dibangunnya kepolisian adalah agar terbangun dan terpeliharanya keteraturan sosial. 

Mengapa keteraturan sosial menjadi sangat penting dan mendasar?

Peradaban suatu bangsa dan negara agar rakyatnya mampu bertahan hidup tumbuh dan berkembang atau meningkat kualitas hidupnya diperlukan adanya produktiftas. Produktifitas tersebut dihasilkan dari aktifitas untuk menghasilkan produksi. Di dalam aktivitas tersebut ada ancaman, gangguan, hambatan yang dapat menghambat merusak bahkan mematikan produktifitas tersebut. Di sinilah polisi dalam pemolisiannya setidaknya satu langkah lebih maju dari masyarakat yang dilayaninya.

Cdl

(Viozzy)
Literasi Polisi dan Pemolisiannya Basis Pendidikan dan Latihan Lemdiklat Polri
Literasi Polisi dan Pemolisiannya Basis Pendidikan dan Latihan Lemdiklat Polri
Pendidikan Virtual Bagi Pendidikan Pembentukan Kepolisian
Pendidikan Virtual Bagi Pendidikan Pembentukan Kepolisian
Lemdiklat: Meyiapkan Polisi Masa Depan yang Dipercaya Publik
Lemdiklat: Meyiapkan Polisi Masa Depan yang Dipercaya Publik
Senjata Api dalam Pemolisian bagi Kemanusiaan, Keteraturan Sosial dan Peradaban
Senjata Api dalam Pemolisian bagi Kemanusiaan, Keteraturan Sosial dan Peradaban
Dunia Virtual dan Keteraturannya
Dunia Virtual dan Keteraturannya