
Mengatasi Darurat di Perlintasan Demi Rakyat dan Pekerja KAI khususnya ASP dan Penjaga Pintu Perlintasan perlu langkah serius dari semua jajaran, terutama bagi jajaran Pemda.
Pemda Provinsi, Kabupaten dan Kota bertanggung jawab atas perlintasan sebidang di wilayahnya sesuai PM 94/2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang pada jalur kereta api dan jalan.
Hal yang belum dilakukan Pemda adalah Implementasi dari PM 94/2018 yang dipandang oleh Pemda sebagai beban karena harus menyediakan dana pembangunan dan menyediakan APBD untuk membayar gaji penjaga pintu.
Perlintasan Sebidang disatu sisi memang merupakan Beban, namun juga perlintasan sebidang juga memberikan Peluang bagi Pemda untuk meraih pemasukan atau pendapatan asli daerah PAD dari perlintasan sebidang ini.
Pertanyaanya implementasi PM 94/2018 Perlintasan Sebidang Beban dapat disulap menjadi Peluang untuk Mengatasi Darurat perlintasan KA dan Jalan Raya.
Masalah perlintasan sebidang kereta api dalam dua bulan belakangan ini masih hangat menjadi perbincangan terutama bagi KAI maupun Rekan-rekan pekerja kereta api yang tergabung dalam organisasi Serikat Pekerja Kereta Api pasca gugurnya seorang ASP, asisten masinis alm. Abdillah Ramdan yang menjadi korban dalam tragedi KA Commuter Jenggala di Indro-Kandangan , Gresik pada 8 April 2025 hal ini menjadi keprihatinan mendalam bagi SPKA.
Salah satu bentuk keprihatinan SPKA menyelenggarakan Forum Group Disccusion (FGD) dengan managemen. Dalam diskusi internal ini beberapa peserta diskusi meminta ijin SPKA akan turun ke Pemda-pemda untuk membereskan perlintasan sebidang.
Bila Pemda tidak mengurus perlintasan sebidang, SPKA meminta perlintasan itu segera ditutup agar kecelakaan di perlintasan yang mengancam keselamatan pekerja kereta api sebidang dapat dicegah.
Kenapa SPKA akan mendatangi ke Pemda? Apakah SPKA tidak salah alamat mendatangi Pemda?
Sama sekali tidak salah alamat karena berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor. 94 Tahun 2018, tentang Peningkatn Keselamatan Perlintaan Sebidang Antara Jalur Kereta Api dengan Jalan, Menhub mengeluarkan peraturan mengenai tanggung jawab keselamatan perlintasan sebidang menjadi tanggung jawab berdasarkan pada kelas jalan.
Pertama untuk jalan Nasional menjadi tanggung jawab Menteri, dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum (PU). Kedua untuk jalan provinsi tanggung jawab dibebankan kepada Gubernur. Sedangkan ketiga jalan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab Bupati atau Walikota yang dalam wilayahnya terdapat perlintasan sebidang.
Meskipun PM 94/2018 sudah dikeluarkan sejak tahun 2018 alias sudah berjalan 7 tahun, namun realisasinya perlintasan sebidang yang aman, nyaman dan berkeselamatan belum teruwujd. Fakta di lapangan, masih terdapat banyak perlintasan resmi dan perlintasan liar yang tidak diurua dan dijaga.
Perlintasan resmi dan liar yang tidak dijaga ini tidak ada yang mengurus, dibiarkan saja. Perlintasan-perlintasan ini akan ramai dibicarakan apabila ada kecelakaan mobil tertabrak kereta api, apalagi kalau ada korban jiwa akan terus dibicarakan.
Seolah tidak pernah serius dan belajar. Semua masih sekedar membicarakan belum ada langkah konkrit mengurusi perlintasan tersebut hingga menjadi perlintasan yang aman dan selamat dilewati masyarakat.
Setelah kejadian hingga hari ini perlintasan tersebut kembli didiamkan tanpa ada yang mengurus. KAI sebagai salah satu korban akan menutup pintu perlintasan tersebut.
Dalam PM 94/2018 yang mengatur teknis pemasangan, permintaaan ijin, hingga teknis membuat gardu, lampu sirine, bahan-bahan pembuatan palang pintu serta dilampiri jumlah serta status ribuan perlintasan di Jawa dan Sumatera tersebut hanya memberikan perintah kepada Menteri PU, kepada para Gubernur, para Bupati dan Wali Kota untuk mengurus tanggung jawab perlintasan sebidang tanpa memberi Solusi pembiayaannya.
Karena tanpa memberikan solusi pendanaan untuk pengadaan pembuatan gardu, biaya perawatan dan gaji para penjaga pintu, hal ini oleh Pemda tidak akan diurus serius.
Fakta menunjukkan perlintasan sebidang bila jalan aspalnya rusak tidak segera diperbaiki. Bila ada mobil nyerobot perllintasan tidak ada yang mengingatkan, sehingga kecelakaan di perlintasan masih terus terjadi.
Lain cerita bila dalam PM 94/2018 diberikan pasal yang mengatur pendanaan, misalnya “Guna mencegah kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang, gubernur/bupati/wali kota dapat memungut pajak kendaraan bermotor di wilayahnya setiap tahun. Dana hasil pajak perlintasan dipergunakan khusus untuk membangun, biaya perwatan gardu dan jalan di perlintasan serta gaji untuk penjaga pintu”.
Kalimat ini mungkin akan menarik bagi Pemda untuk bersemangat dalam mencegah kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang. Berapa jumlah PERLINTASAN yang ada di wilayahnya perlu diinventarisir, disurvei mendalam agar perencanaan dapat segera terealisasi.
Dalam membangun gardu-gardu perlintasan mungkin para Gubernur bisa mengkordinir dana CSR dari Perusahaan. Kita ambil contoh dana CSR PT. Gudang Garam, PT Djarum yang memproduksi rokok ini cukup besar. Demikian pula Perusahaan Perbankan misalnya bisa dimintai dan TJSL untuk membangun seluruh gardu perlintasan.
Kita cek berapa pintu dibagi masing-masing provinsi 1 perusahaan rokok, misanya Djarum untuk Provinsi Jawa Tengah. Gudang Garam untuk Provinsi Jawa Timur untuk membiayai pembangunan perlintasan di jalan provinsi dan kabupaten/kota.
Imbalan bagi Perusahaan yang membiyai pembuatan gardu diberikan untuk memasang iklan di gardu perlintasan, di jalan menjelang perlintasan diberikan jangka waktu tertentu sesuai tarif iklan di kota tersebut. Sedangkan bila kontrak sudah habis boleh diperpanjang atau diberikan kepada pemasang iklan baru.
Dengan demikian gardu dan palang pintu yang semula menjadi beban bisa menjadi peluang untuk pendapatan resmi semua lembaga stakeholder.
Sedangkan pendapatan dari pajak untuk menggaji penjaga pintu, biaya perawatan jalan, biaya perawatan gardu agar selalu dalam kondisi baik sehingga mudah dilewati pengguna sepeda motor atau mobil, sehingga dapat menciptakan keselamatan bersama.
Dengan demikian perlintasan sebidang yang semula dipandang sebagai beban akan menjadi peluang sumber dana yang positif bagi Pemda. ###