Jakarta, MERDEKANEWS - Era revolusi Industri 4.0 akan banyak perubahan yang begitu cepat. Era digital era volatility, uncertainty, complexity, ambiguity (vuca), yang serba cepat tak terduga yang kompleks dan penuh ketidakpastian perlu pemimpim dan kepemimpinan di era digital untuk menanganinya.
Polisi dalam pemolisiannya perlu adanya perubahan model pemolisian. Model pemolisian yang dapat menjadi acuan adalah smart policing.
Media di era digital menjadi arena atau ruang yang dipilih dan digunakan untuk berbagai kepentingan hidup dan kehidupan manusia di semua gatra kehidupan bisa dilakukan di sana. Dari masalah pribadi sampai masalah politik kenegaraan, ekonomi, sosial budaya hingga pelayanan publikpun bisa dilakukan. Warga pengguna dunia virtualpun memiliki nama (warga net atau netizen).
Mereka menjalankan aktivitas dalam dunia virtual. Media terutama media sosial mampu menggeser media konvensional. Informasi dan komunikasi begitu cepat. Apa saja ada dan apa saja bisa bahkan dimana saja siapa saja pun bisa.
Media menjadi pilar literasi yang menjadi arena pencerahan, pencerdasan, pengkayaan, pemberdayaan, transformasi pengetahuan, dan banyak hal positif bagi hidup dan kehidupan lainnya. Media sebagai pilar literasi juga untuk mengatasi dampak kemajuan teknologi.
<strong>Berkembang pesatnya informasi berdampak pada munculnya "post truth". </strong>
Post Truth merupakan era penumpulan daya nalar yang dapat berdampak mengobok-obok emosi dan persepsi publik yang dapat dikendalikan untuk menimbulkan potensi konflik. Logika tidak lagi diutamakan yang dipentingkan emosional spiritual. Kemasan primordialisme digelorakan agar kebencian semakin membara. Tanpa pikir panjang peradilan sosialpun merebak di semua lini. Saling menuduh, saling menyalahkan, saling menghina, saling mengobok obok jiwa hingga harga diri. Tanpa sebutir peluru keluar moncong laras senjata perang dapat dimulai.
Post truth kontra produktif, pembodohan menggelora di mana-mana. Era post truth menjadi ajang pemutar balikkan fakta. Isi media diacak adul sehingga antara fakta dan kebohongan bahkan kemasan dalam primordialisme akan dapat dikembangkan menjadi pemicu konflik. Dari melempar issue, melabel hingga ujaran-ujaran kebencian. Opini publik dapat diobok obok dan dibingungkan dengan primordialisme untuk menggerus nalar dan ujungnya pada kebencian. Tatkala kebencian sudah merasuk di dalam opini publik tinggal menunggu triger untuk meledakkannya.
Berbagai masalah di era post truth yang berdampak pada gangguan keteraturan sosial antara lain :
1. Premanisme yang tumbuh subur dalam lingkungan yang sarat dengan KKN, ketidakadilan, dan Kesewenang-wenangan
2. Birokrasi yang lebih menekankan pada pendekatan personal yang berdampak buruknya pelayanan kepada publik
3. Berbagai bentuk kejahatan
Kejahatan konvensional, kejahatan trans nasional, kejahatan yang luar biasa atau extra ordinary crime, kejahatan siber, kejahatan jalanan dan kejahatan kerah putih, narkotika. Berbagai bentuk pelanggaran: Pelanggaran administrasi, pelanggaran HAM, pelanggaran operasional dan tata kelola. Munculnya berbagai hal yang ilegal
4. Faktor alam dan lingkungan
Alam dan lingkungan dari bencana alam hingga kerusakan alam lingkungan dari udara, air, tanah, gunung, laut, dan berbagai kawasannya
5. Faktor sumber daya manusia tingkat kecerdasan dan kualitas sumber daya manusia yang rendah yang sarat dengan primordialisme
6. Faktor politik dan kebijakan publik, politik yang terlambat atau tidak mampu menghadapi perubahan sosial, globalisasi dan modernisasi, perubahan begitu cepat.
7. Era post truth, hoax, serangan siber, dan sebagainya melalui media
8. Gaya hidup hedonisme yang berdampak tergerusnya nilai-nilai budaya luhur
9. Lemahnya penegak hukum dan penegakan hukum dan sistem hukumnya
10. Sistem yang manual, parsial dan konvensional sehingga berdampak potensi penyimpangan yang begitu besar.
Model smart policing diharapkan dapat menjadi model untuk mengatasi era vuca.
Sistem manajemen dan operasional yang cerdas/fungsional, merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan bagi implementasi smart policing antara lain :
1. Mengharmonikan dan dapat menyatukan antar model pemolisian (policing) : conventional policing, electronic policing, forensic policing
2. Siap memprediksi, menghadapi, merehabilitasi berbagai permasalahan yang mengganggu keteraturan sosial
3. Model pemolisian yang mampu berfungsi untuk lingkungan dan berbagai masalah konvensional, era digital, permasalahan yang berkaitan dengan forensik kepolisian
4. Dapat diimplementasikan tingkat lokal, nasional bahkan global
5. Mengatasi berbagai gangguan keteraturan sosial yang by design
6. Mengatasi keteraturan sosial dalam dunia virtual
7. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan publik secara prima dalam one stop service
8. Prediktif, proaktif dan problem solving
9. Menjembatani dan mengatasi dalam berbagai situasi dan kondisi emerjensi maupun kontijensi
10. Diawaki petugas polisi yang profesional, cerdas bermoral dan modern.
Untuk mewujudkan dan mengimplementasikan smart policing diperlukan adanya smart campus pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Smart campus setidaknya dibangun mencakup :
1. Lingkungan yang asri dan ngangeni, beraih dan bercita rasa seni
2. Nuansa akademik ada di semua sudut lingkungan sekolah
3. Ada Literation centre sebagai pusat literasi untuk menampung produk-produk virtual maupun aktual dan juga untuk komunikasi koordinasi komando pengendalian dan informasi.
4. Guru-guru atau pengajar atau sebagai nara sumber adalah orang orang yang berkualitas sebagai sang pencerah yang mampu menjadi role model atau ikon kecerdasan bagi anak didiknya.
5. Didukung smart class dan sistem-sistem untuk pembelajaran dalam dialog peradaban.
6. Nilai-nilai keutamaan menjadi dasar bagi kemanusiaan, keturan sosial dan peradaban.
7. Proses pembelajarannya profesional, cerdas, bermoral dan modern.
8. Kurikulum yang dinamis berbasis pada:
a. Keilmuan/ilmu pengetahuan
b. Penelitian atau pengkajian
c. Studi kasus secara proactive dan problem solving
d. Kebaruan atau novelti
e. Social engineering
f. Bhakti masyarakat/ bhakti sosial
g. Olah rasa/ bidang seni budaya
h. Olah raga
i. Olah rasa/ mental spiritual dan penanaman budaya
9. Memiliki Jurnal dan Penerbitan
10. Ikatan alumni
11. Aktif dalam kegiatan forum akademis nasional maupun internasional bench mark seminar work shop dan studi nasional dan internasional
12. Ada publikasi pengajarannya ke media sehingga dapat dijadikan referensi dan literasi
14. Menjadi anggota forum atau asosiasi akademik nasional maupun internasional
Penulis
Cdl
Kasespim Lemdiklat Polri Irjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.