
Jakarta, MERDEKANEWS -- Ajudan Kapolri diduga melakukan kekerasan terhadap jurnalis ketika Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo meninjau arus balik di Stasiun Tawang Semarang, Jawa Tengah pada Sabtu, 5 April 2025.
Sejumlah jurnalis dari berbagai media telah berkumpul di lokasi untuk melakukan peliputan. Namun, suasana berubah memanas ketika seorang wartawan dari salah satu media mencoba mendekat untuk mengambil gambar dan mengajukan pertanyaan.
Menurut kesaksian beberapa rekan jurnalis di lapangan, ajudan Kapolri tiba-tiba mendorong dan memukul wartawan tersebut dengan alasan dianggap terlalu dekat dengan Kapolri. Tindakan ini langsung mengundang kecaman dari kalangan media.
Terkait peristiwa tersebut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo awalnya meragukan bahwa pelaku yang mendorong dan memukul wartawan adalah ajudannya. Menurutnya, pelaku tersebut adalah dari perangkat pengamanan.
Meski begitu, Kapolri tetap meminta maaf dan akan menindak tegas apabila ajudannya terbukti bersalah.
"Saya baru mendengar (dugaan kekerasan ajudan) dari link berita. Namun kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut," kata Listyo, yang dikutip Senin, 7 April 2025.
"Saya pribadi minta maaf atas insiden yang terjadi dan membuat tidak nyaman teman-teman media," katanya.
Sementara itu, Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA menyesalkan dan meminta Polri bertanggungjawab atas insiden tersebut.
“Insiden seperti ini kenapa harus terulang, sangat disesalkan. Teman-teman pers sedang menjalankan tugas untuk membantu memberitakan kegiatan Kapolri. Saya sangat yakin tidak ada itikad lain, selain menunaikan tugas, dan semestinya itikad ini bisa dipahami dan dihormati, sehingga tidak perlu ada tindakan kekerasan, atau ancaman verbal,” kata Direktur Pemberitaan ANTARA, Irfan Junaidi.
Irfan juga mendesak Polri untuk bertanggungjawab dan memproses oknum yang terlibat dalam insiden tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“ANTARA akan meminta Polri bertanggung jawab atas insiden tersebut. Oknum yang bersangkutan harus diproses sesuai prosedur secara transparan. Sekaligus, insiden ini juga harus menjadi bahan koreksi agar di masa mendatang tidak terulang,” ujarnya.