LPBKI-MUI Gelar Silatnas dan Workshop Pengembangan Literasi Islam dan Kepahlawanan Pejuangan Bangsa
LPBKI-MUI Gelar Silatnas dan Workshop Pengembangan Literasi Islam dan Kepahlawanan Pejuangan Bangsa
Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI-MUI) mengadakan Workshop Pengembangan Literasi Islam dan Kepahlawanan Pejuangan Bangsa di Hotel Lumire, Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Jakarta, MERDEKANEWS -- Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI-MUI) mengadakan Workshop Pengembangan Literasi Islam dan Kepahlawanan Pejuangan Bangsa di Hotel Lumire, Jakarta, Kamis (30/11/2023).

Ketua LPBKI-MUI, Endang Soetari, mengatakan, LPBKI-MUI sudah melakukan sejumlah kegiatan selama tahun 2023 ini. Mulai dari mentashih buku, melakukan wakaf buku keislaman dan Al-Qur’an, mengadakan buku untuk perpustakaan dan mendigitalisasinya, hingga mengadakan kegiatan pelatihan dan workshop dengan bekerja sama dengan pesantren dan perguruan tinggi Islam.

“Melalui workshop ini kita akan mendiskusikan pengembangan literasi Islam dan kepahlawanan ulama,” katanya dalam pembukaan.



Wakil Ketua Umum MUI, Marsudi Syuhud, menyebut, LPBKI-MUI adalah lembaga yang concern pada legacy pemikiran ulama dan cendekiawan Muslim untuk kepentingan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Ia meminta agar pemikiran, buku, dan fatwa ulama dan cendekiawan Muslim Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Arab sehingga itu juga bisa dinikmati oleh masyarakat dunia.

“Pemikiran terus berkembang dari zaman ke zaman, pemikiran kemudian berwujud menjadi buku, dan buku menunjukkan karakter dan kebiasaan suatu masyarakat,” katanya saat memberikan pidato kunci.

Sementara Ketua MUI, Utang Ranuwijaya, dalam sambutannya, menyatakan, LPBKI punya peran penting dan strategis dalam menjaga keseimbangan antara aliran dan pemikiran yang kekiri-kirian dan kekanan-kananan yang terus bermunculan dari waktu ke waktu. Ia berharap, Para penerbit bisa bekerja sama dengan LPBKI untuk mengembangkan literasi keislaman dan menyelamatkan umat dari akidah sesat.

“Aliran dan pemikiran sesat masuk ke dalam buku, dokumen, dan konten di media sosial,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Nadratuzzaman, yang menjadi narasumber dalam workshop ini, menguraikan beberapa pokok pemikiran KH Ibrahim Hosen dalam pembaharuan hukum Islam di antaranya eksistensi berbagai agama sehingga toleransi dan kerukunan umat beragama harus dikedepankan, Islam agama dakwah sehingga Islam harus disebarkan dengan jalan damai, hubungan Muslim dan non-Muslim harus didasarkan pada hubungan yang saling menghormati dan kerukunan, dan dinamika hukum Islam— isqath (gugurnya kewajiban pada saat uzur / berhalangan), naqsh (pengurangan), tabdil (penggantian), taqdim (mendahulukan), ta’khir (mengakhirkan), taghyir (mengubah), dan rukhshah (dispensasi).

Menurut Nadra, KH Ibrahim Hosen akan merujuk kepada ayat Al-Qur’an jika menemukan suatu permasalahan. Apakah itu qath’i atau dzanni. Jika dzanni, itu bisa dilakukan ijtihad. Fikih adalah dzanni dan berada di ranah ijtihad. Ia menyebut, fikih adalah pemahaman, bukan agama, sehingga ia berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, waktu, dan keadaan.

Nadra menambahkan, landasan pembaharuan yang digunakan KH Ibrahim Hosen adalah pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, pendekatan ta’aqquli, ijma’, zawajir, penggalakan mursalah mursalah, penggunaan kaidah Irtikab Akhaffi al-Dlararain, penggunaan dalil Sad-Al-Zari’ah, dan mem-fikih-kan yang qath’iy.

“Kita wajib mengikuti keputusan pemerintah selama tidak mengandung kemaksiatan,” tegasnya.

Narasumber lainnya, Mahendra Eka Wardana, Kasubdit Kontra Naratif Densus 88, mengatakan, ada banyak konten baik di buku cetak maupun di media sosial yang menyerukan jihad qital. Ia menguraikan sikap perilaku ekstremisme di media sosial, yaitu intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

“Indikator intoleransi antara lain tidak menerima yang berbeda, beragama rigid, gemar menyalahkan, membid’ahkan, dan mengkafirkan kelompok lain, dan lainnya. Indikator radikalisme antara lain menolak upacara kenegaraan dan simbol, bercita-cita mendirikan negara khilafah, melabeli negara dengan thaghut, musyrik, dan lainnya. Indikator terorisme antara lainmenolak Pancasila, NKRI, UUD 1945, menyerang simbol-simbol negara, menganggap pemerintah sebagai thaghut dan kafir, memakai cara kekerasan untuk mencapai tujuannya, dan lainnya,” urainya.

Ia menjelaskan, kelompok intoleran giat membuat konten-konten keislaman, termasuk tata cara ibadah ritualistik, di media sosial sementara kelompok moderat minim membuat itu. Ia mengaku menemukan beberapa buku ekstrem saat melakukan penggeledahan di rumah dan markas pelaku teror. Buku-buku tersebut tentang tarbiyah jihadiyah, al-wala wa al-barra, dan lainnya.

“Buku itu tersedia bebas di e-commerce. Kami berharap MUI bisa membuat rekomendasi untuk melarang penerbitan buku-buku itu,” ucapnya.

Peserta workshop, Saiful Bahri dari Komisi Ukhuwah MUI, mendorong semua pihak agar mengusulkan para ulama, termasuk KH Ibrahim Hosen, untuk ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Menurutnya, para ulama punya kontribusi yang besar dalam melahirkan dan mengembangkan pembangunan di Indonesia. Usulan ini mendapatkan dukungan dari para peserta workshop lainnya.*

(Sis)
Pengembangan Islam Wasathiyah,  LPBKI-MUI Selenggarakan Silatnas IV
Pengembangan Islam Wasathiyah, LPBKI-MUI Selenggarakan Silatnas IV
Sertifikasi Halal, Strategi Cerdik Dalam Membangun UMKM DKI Jakarta
Sertifikasi Halal, Strategi Cerdik Dalam Membangun UMKM DKI Jakarta
MUI DKI Jakarta, Kembali Menggelar Jifest ke 2 di Setu Babakan Betawi
MUI DKI Jakarta, Kembali Menggelar Jifest ke 2 di Setu Babakan Betawi
MUI DKI Jakarta Resmi Luncurkan Mujahid Cyber dan Izzati-Q
MUI DKI Jakarta Resmi Luncurkan Mujahid Cyber dan Izzati-Q