Penyebaran Berita Bohong Bukan Masalah Keluarga
Kasus Indonesia Tatler Macet di Polda Metro
Kasus Indonesia Tatler Macet di Polda Metro
Albert Kuhon, kuasa hukum Ello Hardiyanto

Jakarta, MERDEKANEWS – Advokat Dr Ir Albert Kuhon MS SH menyayangkan pernyataan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan, yang menilai kasus penyebaran berita bohong yang melibatkan Majalah Indonesia Tatler sebagai masalah keluarga. 

''Antara Ello Hardiyanto dengan pihak Majalah Indonesia Tatler tidak ada kaitan keluarga. Ini sepenuhnya penyebaran berita bohong. Baik melalui media cetak maupun media elekttronik, yang dilakukan oleh Redaksi Majalah Indonesia Tatler melalui edisi Maret 2017,” Kuhon menegaskan kepada wartawan Jumat (2/3) pagi.  

Sebelumnya Kombes Pol Adi Deriyan menjelaskan kepada wartawan, penanganan perkara Indonesia Tatler bukan `menggantung`. Katanya, kasus itu masih dalam proses penyidikan karena menyangkut urusan keluarga. "Kita tidak bisa gegabah karena ini urusan antara bapak dan anak," ujar Adi kepada awak media.

Berita Bohong

Pihak Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya sudah sekitar lima bulan menangani perkara pidana yang melibatkan Majalah Bulanan Indonesia Tatler. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan penyebaran berita bohong dalam Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017, baik versi cetak maupun versi online, sebagaimana diadukan oleh Ello Hardiyanto (63), warga Jalan Guntur Jakarta Selatan

Kasus itu diadukan melalui laporan Polisi Nomor: TBL/5030/X/2017/PMJ Dit.Reskrimsus pertengahan Oktober 2017. Sampai awal Maret 2018 ini polisi belum menetapkan siapa tersangkanya. Pertengahan Februari 2018 pihak penyidik Polda Metro memeriksa Millie Stephanie, pemimpin Majalah Indonesia Tatler yang merangkap sebagasi pemilik saham PT Mobiliari Stephindo, perusahaan yang menerbitkan majalah itu. Namun pemeriksaannya hanya berlangsung sangat singkat. “Mudah-mudahan tidak ada intervensi dari pihak tertentu,” tutur Kuhon.

Ello yang didampingi Albert Kuhon bersama Iskandar Siahaan SH dan Alfon Sitepu SH, mengadukan Majalah Indonesia Tatler melalui edisi Maret 2017 melakukan tindak pidana penggelapan asal-usul orang dan tindak pidana penyebaran berita bohong. Dalam pengaduannya, Ello mengungksapkan tindak pidana itu dilakukan secara bersama oleh pihak redaksi Majalah Indonesia Tatler dengan beberapa orang lain.

Albert Kuhon menceritakan,  dalam edisi Maret 2017 Majalah Indonesia Tatler memuat satu foto yang keliru. Isinya memuat berita resepsi pernikahan yang menggambarkan enam figur, yakni; Adams dan Clarissa Putri Suseno (mempelai) berdiri di tengah, figur Yansen Dicky Suseno dan Inge Rubiati Wardhana (orangtua Clarissa) paling kiri, dan figur yang bertindak seolah-olah sebagai orangtua Adams berdiri pada posisi paling kanan. 

''Informasi yang keliru itu disebarkan melalui Indonesia Tatler versi cetak dan versi online. Padahal orangtua kandung Adams, yakni Ello maupun istrinya, tidak hadir dalam resepsi. Sehingga mustahil ada dalam foto itu,” tutur Albert Kuhon.

Rekomendasi Dewan Pers

Sebelum melapor ke Polda Metro, Ello sudah mengadukan kasus itu ke Dewan Pers. Dalam persidangan Dewan Pers, Ello yang didampingi advokat Albert Kuhon mengungkapkan, Redaktur Pelaksana Majalah Indonesia Tatler, Maina A. Harjani awal Mei 2017 mengakui kesalahan redaksi Majalah Indonesia Tatler dan menjanjikan koreksi (ralat) atas kesalahan pemberitaannya.

Ello sejak Mei 2017 meminta Majalah Indonesia Tatler memuat hak jawab dan hak koreksi secara proporsional sesuai ketentuan dalam Undang-undang Pers No 40/1999. Sampai awal Maret 2018, hak jawab dan ralat yang diminta Ello sesuai peraturan perundangan, tidak pernah dipenuhi oleh Majalah Indonesia Tatler. 

“Majalah itu hanya menyelipkan sebaris pemberitahuan, tanpa diiringi permintaan maaf kepada pembaca maupun kepada Ello Hardiyanto,” Kuhon.

Dewan Pers dalam Penilaian Pernyataan dan Rekomendasi (PPR) No 26/PPR-DP/X/2017 tertanggal 9 Oktober 2017, menegaskan Majalah Indonesia Tatler terbukti tidak menjalankan fungsi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 40/1999 tentang Pers. Selain itu, selama pemeriksaan Dewan Pers menemukan bukti bahwa PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Indonesia Tatler (dan sejumlah majalah lain) ternyata tidak memiliki izin sebagai perusahaan pers atau penerbitan media massa.

PPR Dewan Pers itu menegaskan Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar Kode Etik Jurnalistik dan pasal 5 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak segera melayani hak jawab yang diminta Ello Hardiyanto. Dewan Pers secara tegas menyatakan kasus Majalah Indonesia Tatler tersebut dapat diproses melalui jalur hukum.

Urusan Keluarga

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan, menyatakan kepada wartawan bahwa penanganan perkara Indonesia Tatler bukan ‘menggantung’. Katanya, kasus itu masih dalam proses penyidikan karena menyangkut urusan keluarga. "Kita tidak bisa gegabah karena ini urusan antara bapak dan anak," ujar Adi.

Menanggapi hal itu, advokat Albert Kuhon selaku penasihat hukum yang mendampingi Ello, menyatakan delik pidana bagi Indonesia Tatler sudah sangat jelas. Kuhon masih menduga-duga penyebab tersendatnya penyidikan kasus Majalah Indonesia Tatler yang diterbitkan oleh PT Mobiliari Stephindo itu. 

"Bagaimana mungkin antara Ello Hardiyanto sebagai pengadu, dengan Majalah Indonesia Tatler yang diadukan, ada hubungan keluarga? Ini masalah penyebaran berita bohong, ini delik pidana, bukan urusan keluarga," ujar Albert Kuhon.

Lebih jauh Kuhon yang juga mantan wartawan senior, membeberkan sejumlah delik pidana yang diduga melibatkan PT Mobiliari Stephindo dan Redaksi Majalah Indonesia Tatler. "Pertama, penyebaran berita bohong, karena pemberitaan foto dalam edisi Maret 2017 memang keliru dan jelas-jelas sudah diakui oleh petinggi Redaksi Indonesia Tatler. Kedua, Dewan Pers juga sudah menyatakan tindakan Indonesia Tatler mengabaikan hak jawab dan hak koreksi, jelas-jelas melanggar Kode Etik Jurnalistik dan melanggar Undang-undang Pers No 40/1999,” ungkap Kuhon.

Foto dalam Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017 itu menyebutkan mempelai bersama orangtua mempelai, padahal yang ada di foto bukan orangtua mempelai. Tindakan itu bisa digolongkan sebagasi mengaburkan atau menyesatkan asal-usul. “Selain  itu, Redaksi Majalah Indonesia Tatler juga melanggar UU ITE, karena menyebarkan dan menjual informasi yang keliru lewat transaksi atau media elektronik," jelas Albert Kuhon yang pernah memimpin sejumlah media massa.

Aneh

Albert Kuhon menilai sangat aneh jika kemudian proses penyidikan atas kasus itu belum juga menunjukkan kepastian tersangkanya. Pasal-pasal itu sangat jelas, bisa Pasal 310 KUHP, bisa Pasal 311 KUHP atau pasal-pasal yang berkaitan dengan UU informatika dan transaksi elektronik. 

“Petinggi redaksinya sudah mengakui kesalahan mereka. Kok sudah hampir lima bulan diproses penyidik, belum ada tersangkanya. Ada apa sebetulnya?" ucap Albert Kuhon dengan nada heran

Ia menjadi terkejut ketika Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan, menyatakan kasus yang melibatkan Majalah Indonersia Tatler dan PT Mobiliari Stephindo itu urusan antara bapak dan anak. “Saya masih sangat yakin polisi bisa bertindak profesional dan tidak terpengaruh oleh intervensi," ujar Kuhon.

Menurut Kuhon, Dewan Pers sudah menemukan bahwa PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Majalah Indonesia Tatler ternyata tidak memiliki izin sebagai perusahaan penerbitan media massa. Dewan Pers juga menyatakan tindakan Redaksi Majalah Indonesia Tatler mempublikasikan foto yang keliru melanggar peraturan perundangan. Dewan Pers juga menyatakan bahwa kasus itu bisa diteruskan ke ranah hukum. 

“Pasti polisi sebagai penyidik lebih mampu mengungkap dan mengumpulkan bukti pelanggaran yang dilakukan Redaksi Majalah Indonesia Tatler dan PT Mobilari Stephindo,” kata Kuhon lebih lanjut.

Travel dan Perdagangan

Selain menerbitkan Majalah Indonesia Tatler, PT Mobiliari Stephindo juga menerbitkan sejumlah majalah mewah lain. Di antaranya majalah bergengsi Forbes Indonesia. “Padahal Dewan Pers menemukan bahwa bidang usaha PT Mobiliari Stephindo antara lain travel dan perdagangan. Sama sekali bukan izin penerbitan media massa,” tutur Kuhon pula.

Sejak Oktober 2017 kasus itu dilaporkan, Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi. Dari pihak Redaksi Majalah Tatler dan PT Mobiliari Stephindo, sudah dimintai keterangan di antaranya Maina Harjani (Redaktur Pelaksana) Paulina Nani (pimpinan produksi), Oktaviana Subarjo (sekretaris redaksi). Millie Stephanie, pemilik saham dan pimpinan PT Mobiliari Stephindo dan pimpinan tertinggi di redaksi Majalah Indonesia Tatler, diperiksa secara singkat pertengahan Februari lalu di Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya.

Sampai berita ini diturunkan, para petinggi Majalah Indonesia Tatler dan PT Mobiliari Stephindo tidak dapat dimintai keterangan atau konfirmasinya.

(D Rosliana)
Citilink Putuskan Kontrak Kerja Seenaknya, Kuhon Layangkan Somasi
Citilink Putuskan Kontrak Kerja Seenaknya, Kuhon Layangkan Somasi
Jaga Wibawa Peradilan PKPU, Kuhon Laporkan Hakim dan Panitera ke Komisi Yudisial
Jaga Wibawa Peradilan PKPU, Kuhon Laporkan Hakim dan Panitera ke Komisi Yudisial
Pendapat Bagir Manan Terkait Kasus Berita Bohong Indonesia Tatler 
Pendapat Bagir Manan Terkait Kasus Berita Bohong Indonesia Tatler 
Dokter Adams Diperiksa Terkait Kasus Penyebaran Berita Bohong Indonesia Tatler
Dokter Adams Diperiksa Terkait Kasus Penyebaran Berita Bohong Indonesia Tatler