
Jakarta, MERDEKANEWS - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mempertanyakan regulasi kementerian kelautan dan perikanan yang tidak pro industrialisasi dan investasi.
"Industrilisasi yang menjadi tanggungjawab di beberapa kementerian sama sekali tidak berjalan, malah cuma mempersulit investor," ujar Ketua Umum BPP Hipmi, Bahlil Lahadalia di Jakarta, Minggu (4/2/2018).
Bahlil mempertanyakan kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang belumm merampungkan peta jalan industrilisasi perikanan. Industri perikanan di Indonesia semestinya bisa menjadi andalan ekspor nasional. Tetapi, saat ini, sudah tertinggal jauh dari Vietnam, padahal lautan negara tersebut tak seluas Indonesia.
Begitu pula, lanjutnya, dengan regulasi dari Kementerian ESDM yang dinilai membuat investasi kelistrikan melemah sehingga mencari listrik untuk membangun "coldstorage" (tempat pendingin) ikan sekarang susah sekali.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kawasan Timur Indonesia, Andi Rukman Karumpa, mengatakan, kawasan timur Indonesia merupakan daerah yang paling terpukul dalam fenomena terjadinya deindustrialisasi perikanan. "Saat ini kawasan timur Indonesia paling terpukul dan terjadi deindustrilisasi perikanan dalam tiga tahun terakhir akibat dari munculnya berbagai kebijakan yang tidak memberi solusi kepada pelaku usaha," kata Andi Rukman Karumpa di Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Menurut dia, andalan perekonomian KTI itu berada di sektor kelautan tetapi karena sejumlah kebijakan pada saat ini, banyak kapal nelayan yang sekarang jadi bangkai dan besi tua.
Dia mengatakan, industri perikanan Indonesia saat ini sudah tertinggal jauh dari Vietnam, padahal wilayah lautan dari tersebut tidak seluas Indonesia. "Sepanjang 2017, Vietnam mampu mengekspor ikan dan olahannya senilai 8,3 miliar dolar AS sedangkan Indonesia hanya separuhnya," ucapnya.
Ia juga mengatakan, bahkan Vietnam mampu membangun industri makanan olahan berbasis kelautan dan kemudian diekspor ke mancanegara. Sebab itu, pihaknya meminta agar Menteri Susi segera fokus menjalankan Instruksi Presiden No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, menginginkan KKP meningkatkan investasi sektor kelautan dan perikanan hingga mengimplementasikan industrialisasi perikanan berkualitas pada 2018.
Moh Abdi Suhufan mengingatkan adanya penurunan alokasi anggaran KKP sebesar 20,26 persen dalam APBN menjadi 2018 menjadi Rp7,28 triliun pada 2018 dari sebelumnya Rp9,13 triliun pada 2017. "Menjadi ironi ketika momentum pembangunan kelautan dan perikanan membutuhkan banyak investasi untuk membangun infrastruktur seperti kapal ikan berukuruan besar, pengadaan keramba jaring apung 'off shore' untuk peningkatan produksi budidaya dan percepatan pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu, serta pelabuhan perikanan yang mendukung industrialisasi, tapi di sisi lain alokasi belanja pemerintah untuk sektor ini justru menurun drastis," paparnya.
(Setyaki Purnomo)