Bupati Sehan Lanjar: Gugatan Pilkada Lebih 100 Ke MK Berarti Pilkada Itu Jorok
Bupati Sehan Lanjar: Gugatan Pilkada Lebih 100 Ke MK Berarti Pilkada Itu Jorok

Boltim, MERDEKANEWS -- Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar mengecam KPUD Bolaang Mongondow Timur (Boltim) yang buka kotak suara Pilgub Sulut dan Pilbup Boltim 2020 tanpa dihadiri oleh para pihak, baik Cagub/Cawagub, dan Cabup/Cawabup Boltim 2020, serta Bawaslu Boltim.

KPUD membuka kotak suara pada hari Sabtu (30/1/2021) di Kantor KPUD, dan hanya dihadiri oleh pihak Polres Boltim yang diwakili oleh Kabag Ops.

"Seharusnya kalau membuka kotak suara harus ada perintah dari MK (Mahkamah Konstitusi). Tanggal 29 Januari 2020 calon bupati dan cawabup dikasih undangan tapi mereka menolak. Mereka membuat surat penolakan karena alasannya tidak jelas," ujar  Senin (2/2/2020).

Lucunya, kata Sehan, pembukaan kotak suara itu tanpa dihadiri Bawaslu dan pasangan yang menggugat di MK. "Kotak suara itu dibuka saat ada gugatan pasang calon bupati dan cawabup nomor urut 1 dan 3 di MK," cetusnya.

Sehan juga calon wakil gubernur Sulut mengaku terkejut karena kotak suara pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sulut juga turut dibuka. "Itu kan tidak bersengketa. Urusan calon gubernur kan tidak menggugat. Kenapa sampai kotak suara dibuka?  Kalau itu alasannya mau ambil administrasi yang disengketakan tidak perlu mengambil di dalam file boks. Itu kan tidak bermasalah. Makanya ini ada yang aneh," katanya.

Dia mencurigai bahwa KPUD akan merubah data yang di dalam kotak suara. Karena seharusnya ada kesepakatan bersama dihadapan wartawan dan orang yang bisa dipercaya. "Bukan diam-diam seperti itu. Kotak sudah disegel, dibongkar oleh penyelenggara pilkada," kata Ketua Partai PAN (Partai Amanat Nasional) Sulut.

Menurutnya persoalan yang sekarang ini harus dibenahi dalam undang-undang. Jadi, kekisruhan, kekacauan dan ketidakbenaran administrasi dilakukan oleh penyelenggara (KPUD dan Bawaslu).

Dia juga mengaku tidak protes pernyataan menteri bahwa pilkada aman. "Aman itu dalam artian apa? Aman itu cuma rakyat tidak ingin ribut. Karena diminta untuk tidak ribut. tapi dengan banyaknya laporan kekacauan dari KPUD dan Bawaslu tidak bekerja baik sehingga merugikan para kandidat," sebutnya.

Sehan menegaskan bahwa dengan adanya gugatan pilkada lebih 100 ke MK itu berarti penyelenggaraan Pilkada itu jorok. Makanya dengan adanya gonjang ganjing pemilihan serentak itu, kata Sehan, seharusnya yang harus dirubah itu undang-undang pilkada adalah memperkuat penyelenggara.

Kedekatan yang paling besar itu KPUD melakukan pemutahiran wajib data pemilih  berbeda angkanya dengan data dari pemerintah (Dukcapil)

"Bayangkan dari 270 daerah yang melaksanakan pilkada itu selisihnya 20an juta. Padahal yang punya data itu pemerintah. Tapi karena KPUD juga membuat data akhirnya tidak sesuai. Sehingga banyak penduduk yang tidak mendapat hak pilihnya. Kekacauannya disitu," ucapnya.

Seharusnya, kata Sehan, KPUD tidak membuat data sendiri. Cukup ambil data dari pemerintah sebanyak yang dibutuhkan. "Kita kan punya data real by nam by address. Tanggal lahir sampai usia 17 tahun yang tahu itu pemerintah," jelasnya.

Dia mencontohkan KPUD Boltim itu lebih 300 orang tidak ada didalam DPT ( data pemilih tetap) justru mendapat undangan. Bahkan ada yang sudah pindah alamat kebetulan dia lahir pulang kampung ke rumah orang tua dapat undangan dari KPUD. "Ini namanya kecurangan," tegasnya.

Selain itu, sambungnya, yang paling lemah adalah Bawaslu. Seharusnya, kata Sehan, bukan menjadi penonton saat rekapitulasi di tingkat desa, tingkat kabupaten. "Tapi Bawaslu itu harus jadi wasit. Wajib melakukan rekapitulasi semua tingkatan. Jadi jika ada perdebatan antara pihak Bawaslu punya data. Justru Bawaslu tidak punya data apa-apa. Andai ada perdebatan antara para saksi calon malah Bawaslu melempar semuanya ini menjadi ranah KPU. Lho ini ini bagaimana," tanaya Sehan.

Sehan mengungkapkan, Bawaslu Boltim kerjanya hanya menjaga jaga saja. Seharusnya Bawaslu harus tahu betul data-data pemilih. Orang-orang yang hanya menggunakan surat kependudukan dari Dukcapil yang menggunakan KTP harus diawasi agar jangan sampai transfer orang.

"Seperti di Boltim sekitar 1400an itu mendapat surat keterangan kependudukan dua hari menjelang pemilu. Dan itu orang tidak jelas tidak menggunakan KTP seharusnya diawasi Bawaslu," katanya.

Lebih lanjut Sehan mengatakan, KPU memiliki kelemahan menggunakan data tidak akurat. Seharusnya tidak perlu karena buang-buang anggaran. "Coba dihitung perkepala berapa anggarannya. Tidak usah. Cukup mengambil data dari pemerintah daerah lewat Dukcapil. Tidak usah buang anggaran. Tidak akurat. Bayangkan saja di Boltim sekitar 400an tidak tercatat," ujarnya.

Sehan menilai di Bawaslu ada dua jenis. Pertama yang tidak paham aturan tapi jadi pengawas, yang kedua turut main. Seharusnya itu yang harus dibenahi di dalam UU pemilihan kepala daerah.  Bawaslu di beberapa daerah minta duit negara miliaran tapi tidak ada hasilnya.

"Jadi ada beberapa daerah Bawaslu nya cukup bagus. Tapi banyak juga Bawaslu yang menjadi pemain dan tidak paham aturan. Tidak punya kemampuan dalam menjalankan amanat undang-undang," terangnya.

Menurut Sehan, pilihlah anggota Bawaslu yang benar jangan orang-orang yang tidak paham aturan. "Banyak laporan-laporan pelanggaran dari para kandidat tidak ditindak lanjuti. Ini kan cuma dua, Bawaslu tidak paham aturan, tidak punya ketegasan atau turut bermain," cetusnya..

Sehan mengungkapkan pengalamannya ketika duduk menjadi saksi langsung sebagai ketua partai dan kandidat pada tahun 2019. "Saya keberatan dengan pembukaan kotak suara di kecamatan. Saya minta Bawaslu untuk memutuskan bahwa kotak suara tidak boleh dibuka. Malah Bawaslu nya planga plongo bahwa katanya itu terserah KPU," ungkapnya.

Padahal itu, tegas Sehan, sudah diatur dalam UU KPU No 7 kemudian di dalam keputusan tentang alat-alat kebutuhan pilwali dan pilgub sudah diatur. Kalau sampai gemboknya dibuka itu tidak sah. "Seharusnya, Bawaslu paham hukum dan jujur. Money politik dimana-mana Bawaslu diam," cetusnya.

Terkait perubahan UU Pilkada, Sehan menyarankan kepada pemerintah yang harus dipikirkan adalah posisi Bawaslu. Jika Bawaslu itu baik pekerjaannya tidak sampai ada gugatan ke MK.

Banyaknya gugatan ke MK, menurut Sehan, karena Bawaslu tidak bekerja. Bawaslu diberi kewenangan untuk komitmen memutuskan sengketa baik ditingkat PPS, tingkat PPK, tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi.

"Kenapa harus di MK? Ini tandanya Bawaslu tidak maksimal. Maka saya menyarankan kepada Komisi II DPR RI dan Kemendagri yang menyusun draft nya perkuat Bawaslu," katanya.

Bawaslu, paparnya, harus diberikan kesempatan melakukan pengawasan dari di tingkat kecamatan, tingkat Kabupaten dan tingkat Provinsi. Diberikan waktu 7 hari untuk menyelesaikan persoalan. Baik itu persoalan administrasi atau pelanggaran berat semua tingkat itu Bawaslu punya kewenangan untuk menertibkan.

"Karena sekarang ini hanya diberi kewenangan di tingkat kecamatan. Itu pun hanya dua hari. Setelah kabupaten kota atau tingkat provinsi tidak mendapatkan bukti-bukti kecurangan. Jadi, itu semua harus selesai di tingkat penyelenggara tidak perlu ke MK, maka Bawaslu harus bisa menyelesaikan persoalan, agar tidak bertele-tele. Bayangkan persoalan yang di selesaikan di MK itu bisa memakan waktu 2-3,bulan," sebutnya.

(Deka)
Bupati Boltim Sehan Lanjar: Saya Siap Berkampanye untuk Ganjar-Nurdin Abdullah pada Pilpres 2024
Bupati Boltim Sehan Lanjar: Saya Siap Berkampanye untuk Ganjar-Nurdin Abdullah pada Pilpres 2024
Bupati Boltim: Di Sulut, Banyak Bansos Disalahgunakan Untuk Kepentingan Mendukung Calon Gubernur Tertentu
Bupati Boltim: Di Sulut, Banyak Bansos Disalahgunakan Untuk Kepentingan Mendukung Calon Gubernur Tertentu
Beredar Surat Penonaktifan Bupati Boalemo, Ketua DPRD: Ini Pembunuhan Karakter
Beredar Surat Penonaktifan Bupati Boalemo, Ketua DPRD: Ini Pembunuhan Karakter
Bupati Boltim Sehan Landjar Tegaskan Pilkada Ditunda Rugikan Negara
Bupati Boltim Sehan Landjar Tegaskan Pilkada Ditunda Rugikan Negara