Tarif 5 Ruas Tol Naik, Kado Tahun Baru dari Jokowi 
Tarif 5 Ruas Tol Naik, Kado Tahun Baru dari Jokowi 
Presiden Joko Widodo

Jakarta, MERDEKANEWS - Mulai besok, (8/12/2017), jangan kaget kalau tarif lima ruas tol sudah naik. Kebijakan ini, katanya merupakan penyesuaian dari inflasi, serta untuk menjaga kualitas layanan. Sayangnya, ada masalah baru yang bakal dihadapi masyarakat luas. Yakni, kenaikan harga barang. 
 
Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Agus Setiawan bilang, penaikan tarif tol di lima ruas sebesar Rp500 hingga Rp1.000, berlaku Jumat (8/12/2017), pukul 00:00 WIB. Keputusan ini sudah disetujui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dan, sudah sesuai dengan UU 38/2017 tentang jalan tol. 

Bahwasanya, kenaikan tarif tol untuk setiap ruas dilakukan dua tahun sekali, dengan syarat telah memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). "Kenaikan tarif tol berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2017 Pasal 48. Evaluasi tarif dilakukan setiap 2 tahun,‎" kata Agus di Kantor Pusat Jasa Marga, Jakarta, Rabu lalu (6/12/2017).

Persetujuan Kementerian PUPR tertuang dalam beberapa Surat Keputusan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Yakni Kepmen PUPR No. 973/KPTS/M/2017 Tentang Penyesuaian Tarif Jalan Tol Cawang- Tomang-Pluit dan Cawang-Tj. Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit; Kepmen PUPR No 974/KPTS/M/2017 Tentang Penyesuaian Tarif Jalan Tol Surabaya-Gempol; Kepmen PUPR No. 975/KPTS/M/2017 Tentang Penyesuaian Tarif Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa; Kepmen PUPR No. 976/KPTS/M/2017 Tentang Penyesuaian Tarif Jalan Tol Palimanan-Kanci; dan Kepmen PUPR No. 977/KPTS/M/2017 Tentang Penyesuaian Tarif Jalan Tol Semarang (Seksi A, B, C).

Kalau dijabarkan, tarif tol yang naik adalah sebagai berikut. Pertama, Tol dalam kota Jakarta, Cawang - Tomang - Pluit dan Cawang Tomang Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga. Kedua, Tol Surabaya - Gempol dan Kejapanan-Gempol. Ketiga, Tol Belawan - Medan - Tanjung Morawa. Keempat, Tol Palimanan - Kanci. Kelima, Tol Semarang Seksi A, B dan C.

Agus mengakui, penaikan tarif tol sudah masuk dalam rencana perusahaan. Pasalnya, setiap dua tahun ruas tol mengalami penyesuaian berdasarkan acuan inflasi. Artinya, pengelola jalan tol pelat merah ini sudah menghitung berapa besar penambahan keuntungan dari kebijakan ini. 

Ketika ditanya angka, Agus enggan bilang. "Jadi kalau ini (kenaikan tarif) berpengaruh, pasti ada pengaruh (keuangan perusahaan). Pengaruhnya sudah kita perkirakan besarannya, karena parameter kan jelas, tidak ada parameter kenaikannya selain inflasi," tutur Agus.

Meski Agus tak mau sebut angka, tentu keuntungan yang mengalir ke Jasa Marga, bukanlah kelas recehan. Apalagi, ada 674 ribu kendaraan yang melintas di tol dalam kota sepanjang Oktober 2017. Bisa dibayangkan tambahan penerimaan dari penaikan tarif lima ruas tol dalam setahun, pastilah jumbo sekali.

‎Agus mengungkapkan, besaran kenaikan tarif tol Jasa Marga dihitung berdasarkan inflasi selama dua tahun sejak November 2015 hingga 2017. Ditemukan angka kenaikan sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000. "Kenaikan tarif berdasarkan inflasi, kalau dilihat rata-rata inflasi 6-7 persen selama dua tahun," kata dia.

Sejatinya, keputusan menaikkan tarif tol itu, sah-sah saja. Namun tidak ada salahnya memperhatikan momentumnya. Ketika rakyat masih dilanda kesulitan keuangan, sebaiknya dipertimbangkan. Apalagi, kebijakan ini bisa berdampak kepada naiknya harga barang. 

Dan, betul juga. Pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keras kenaikan ini. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi bahkan heran dengan alasan Jasa Marga selaku pengelola jalan tol yang ngebet mengerek naik tarif tol. Alasannya, kebijakan ini justru memperlemah perekonomian nasional. 

Ya, alasan Tulus masuk akal. Dengan semakin mahalnya tarif tol, mendorong kenaikan harga barang. Bisa jadi, pedagang memanfaatkan momentum ini untuk mengeruk keuntungan setinggi mungkin. Meski kenaikan tarif tol hanya di kisaran Rp500 hingga Rp1.000 saja. 

Namanya saja pedagang, tentu orientasinya mencari keuntungan sebesar-besarnya, sesuai prinsip ekonomi. Apalagi, sebentar lagi ada Peringatan Natal dan Tahun Baru. Di mana, kebutuhan masyarakat akan komoditas pangan, melonjak. 

Belum lagi masyarakat yang ingin menikmati libur Tahun Baru dengan plesiran ke daerah wisata, harus menyiapkan dana tambahan. Lantaran, ya itu tadi, kenaikan harga dan tarif tol. Di saat daya beli yang cekak, tentunya kondisi ini tidaklah mengenakkan. 

Masih kata Tulus, alasan peningkatan kualitas layanan tol dibalik penaikan tarif, sangatlah ironi. Suka atau tidak, layanan di jalan tol masih jauh dari level memuaskan. Masalah klasik, masih sering dijumpai di jalan tol khususnya dalam kota, yakni kemacetan.  "Kenaikan tarif tol dalam kota tidak sejalan dengan kualitas pelayanan jalan tol dan berpotensi melanggar standar pelayanan jalan tol," tegas Tulus. 

Tulus bilang, kenaikan tarif tol seharusnya diimbangi dengan lancarnya lalu lintas dan kecepatan kendaraan di jalan tol. Hanya saja, itu tidak terjadi. Kini, jalan tol tidak lagi sesuai nama. Karena, sumber kemacetan baru justru muncul di situ.  Seiring melonjaknya volume traffic dan minimnya rekayasa lalu lintas untuk pengendalian kendaraan pribadi.

Dalam hal ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mewakili negara, lebih berpihak kepada pemodal. Sementara kepentingan konsumen yang notabene rakyatnya, diabaikan begitu saja. 

"Kenaikan tarif dalam kota juga tidak adil bagi konsumen karena pertimbangan kenaikan tarif yang dilakukan Kementerian PUPR hanya memperhatikan kepentingan operator jalan tol, yakni dari aspek inflasi saja. Sedangkan aspek daya beli dan kualitas pelayanan pada konsumen praktis dinegasikan," papar Tulus. 

Bagaimana dengan DPR? Ternyata sami mawon. Keberadaan UU No 38 Tahun  2004 tentang Jalan menjadi pintu masuk bagi penaikan tarif tol per dua tahun sekali. Dalam pasal 48 ayat 3 menyebutkan bahwa alasan penaikan tarif tol adalah inflasi. Jadi, bukan mempertimbangkan kepentingan rakyat Indonesia yang menjadi konsumen jalan tol.  “Karena UU inilah yang menjadi biang keladi terhadap kenaikan tarif tol per dua tahun sekali. Dan, UU inilah yang hanya mengakomodir kenaikan tarif tol berdasarkan inflasi saja, dan kepentingan konsumen diabaikan. Seharusnya, DPR mengamandemen UU ini,” kata Tulus. 

Menariknya lagi, alasan inflasi dua tahun mendorong penaikan tarif tol. Sekedar mengingatkan saja, inflasi 2016 mencapai 3,02%. Masih di bawah batas APBN-P 2016 sebesar 4%. 

Sedangkan inflasi 2017, diperkirakan tidak jauh-jauh banget dari 2016. Menko Perekonomian Darmin Nasution mematok di level 3,1%. Kalau benar maka masih di bawah ambang batas 4% (APBN-P 2017). Artinya, inflasi dua tahunan masih aman. 

Nah, kalau inflasi tidak ada masalah, kenapa tarif tol harus buru-buru dinaikkan tahun ini? Atau, kenaikan ini adalah kado tahun baru dari Presiden Jokowi. Mudah-mudahan tidak begitu, karena rakyat-lah yang terjepit.

(Alisya Purwanti)
Bertemu PM Singapura, Presiden Jokowi Bahas Politik Pertahanan hingga Investasi IKN
Bertemu PM Singapura, Presiden Jokowi Bahas Politik Pertahanan hingga Investasi IKN
Jasa Marga Kembali Berlakukan Potongan Tarif Tol 20 persen untuk Jalan Tol Trans Jawa
Jasa Marga Kembali Berlakukan Potongan Tarif Tol 20 persen untuk Jalan Tol Trans Jawa
Jasa Marga Berlakukan Potongan Tarif Tol 20 persen di Tol Trans Jawa 
Jasa Marga Berlakukan Potongan Tarif Tol 20 persen di Tol Trans Jawa 
Tarif Tol Palembang-Indralaya dan Pekanbaru Naik Mulai 18 Maret 2024
Tarif Tol Palembang-Indralaya dan Pekanbaru Naik Mulai 18 Maret 2024
BI: Inflasi Indeks Harga Konsumen Februari 2024 Tetap Terjaga
BI: Inflasi Indeks Harga Konsumen Februari 2024 Tetap Terjaga