Anak Buah Prabowo Sebut RAPBN 2019 Tidak Masuk Akal
Anak Buah Prabowo Sebut RAPBN 2019 Tidak Masuk Akal
Anggota Komisi XI DPR asal Gerindra, Heri Gunawan

Jakarta, MERDEKANEWS - Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai, Rancangan APBN 2019 terkesan super ambisius dan sarat kepentingan politik jangka pendek. Lho kok bisa?

Ya, menurut politisi Gerindra ini, RAPBN 2019 mematok pendapatan negara sebesar Rp2.142,5 triliun. Terdiri dari setoran pajak Rp1.781 triliun. "Target pajak setinggi itu, sangat tidak realistis. Bagaimana mungkin tercapai, target pajak dalam RAPBN 2019 naik 10 persen, sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5,3 persen. Lebih rendah dari APBN 2018 sebesar 5,4 persen," papar Heri di Jakarta, Senin (3/9/2018).

Dirinya juga mempertanyakan stagnasi pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Di mana, angkanya tak beranjak jauh dari 5%. "Akibatnya, kita terancam miskin selamanya. Ini jelas disinsentif buat industri dan sektor riil," papar anak buah Prabowo ini.

Selain itu, Heri menilai, RAPBN 2019 sarat kepentingan politik jangka pendek. Hal itu terlihat dari struktur pengeluaran untuk perlindungan sosial. Pada 2019, perlindungan sosial naik dari Rp161 triliun menjadi Rp185 triliun. "Luar biasa besar kenaikannya. Hampir 20 persen. Sementara itu di sisi lain terjadi penurunan untuk kesehatan dari Rp64,3 triliun menjadi Rp62,7 triliun." paparnya.

"Jangan sampai muncul pandangan bahwa pemerintah sengaja mencari perhatian rakyat dengan mengorbankan sektor-sektor utama dan mendasar yang mengakibatkan demokrasi terancam, kita turun jadi negara bebas sebagian," imbuhnya.

Dia juga mengkritisi rencana pemerintah menambah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) pada 2019 menjadi 15,6 juta. Pada tahun ini jumlah penikmat PKH sebanyak 10 juta keluarga. Langkah ini, menurutnya, tidak akan efektif dalam menggerus kesenjangan sosial yang digambarkan dengan turunnya anka Gini Ratio.

"Rasio Gini itu tak akan selesai dengan program PKH. Rasio gini adalah indikator adanya ketimpangan penguasaan terhadap kekayaan nasional yang disebabkan oleh konsep ekonomi yang salah. Konsep ekonomi yang tidak sesuai dengan semangat konstitusi, UUD 1945," paparnya.

Heri bilang, angka Gini Ratio sebessar 0,389, bermakna bahwa ada 1% orang yang menguasai 39% pendapatan nasional. Jelas bahwa ketimpangan menjadi semakin ekstrim, saat ini, sebanyak 45,4% kekayaan dikuasai 1% orang. "Oligarki meluas. Dan sekali lagi itu tak bisa dibereskan lewat PKH. Kenaikan PKH ke angka 10 juta justru mengindikasikan bahwa jumlah orang yang tak mampu justru meningkat," paparnya.

"Masyarakat yang tak memiliki akses ekonomi-politik yang setara, sengaja dipelihara lewat sistem ekonomi yang keliru itu. Lebih-lebih menghadapi Pilpres 2019, PKH yang naik ke angka 10 juta hanya akal-akalan untuk membujuk rakyat," imbuhnya.

Suka atau tidak, lanjut Heri, beban hidup rakyat, saat ini semakin sulit. Di mana, harga-harga kebutuhan terus meroket, mencari uang semakin sulit. Masalah ketimpangan ekonomi yang menjadi soal mendasar tidak akan pernah selesai.
    
    

 

(Hasan Sumantri)
Bertemu PM Singapura, Presiden Jokowi Bahas Politik Pertahanan hingga Investasi IKN
Bertemu PM Singapura, Presiden Jokowi Bahas Politik Pertahanan hingga Investasi IKN
Terima THR Lebih Kecil, Netizen Nggak Ikhlas Potongan PPh 21, Begini Penjelasan DJP  
Terima THR Lebih Kecil, Netizen Nggak Ikhlas Potongan PPh 21, Begini Penjelasan DJP  
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri