Didukung Kemenhut & Pemda Babel
Sarjana Sastra Unhas Sulap Hutan Lindung Jadi Amazone Mini Mangrove

Bangka, MERDEKANEWS -Yasir (28), anak muda asal Bugis ini lebih memilih masuk hutan dibandingkan bekerja dikantoran. Alumni Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas), ini berhasil menyulap 213 hektar hutan lindung menjadi Amazone Mini Mangrove, di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.  

Yasir yang juga menjabat Ketua Hutan Kemasyarakatan Generasi Muda Pencipta Alam (HKM Gempa -01) Babel ini berterimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemenhut), yang telah memberikan legalitas hutan kemasyarakat di kawasan hutan lindung. 

Ia juga mengapresiasi dukungan dan bantuan Pa Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan yang telah mengukuhkan anggota HKM Gempa 01, dan ikut melestarikan tanaman mangrove di hutan lindung Babel ini.

“Ada 213 hektar yang kita kelola di hutan lindung ini, dan sebagian telah kami ubah menjadi Amazone mini mangrove. Kawasan ini juga sudah menjadi objek wisata local dan para turis antar negara,” kata Yasir kepada media di Desa Kurau Barat Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Babel, Rabu (4/7/2018). 
 
Pria jebolan Satra Unhas ini menjelaskan, rehabilitasi hutan lindung menjadi kawasan mangrove telah dilakukannya sejak tahun 2004, dengan menggunakan modal dana swadaya. Pasalnya, tanaman mangrove di Babel, sekitar 50 persen telah rusak akibat tambang timah.   

“Kita tidak ingin hutan lindung disini rusak. Keasrian hutan harus tetap dijaga dengan memberikan edukasi mangrove kepada masyarakat. Alhamdulillah pada tahun 2017, kelestarian tanaman mangrove di hutan lindung itusudah bisa dirasakan oleh masyarakat, dan menjadi icon wisata edukasi mangrove di Provinsi Babel,” ujarnya.

Menurutnya, hutan mangrove di Kurau Barat, sangatlah penting guna menghindari pengikisan yang terjadi akibat air laut. Selain itu, juga bermanfaat untuk menahan ombak yang tinggi dan juga menghalangi tiupan angin yang kencang dari laut menuju ke darat.

“Hutan mangrove di Kurau memiliki luas 213 Ha, dan akan diperluas lagi nanti. Lahan yang telah dikelola sebanyak 30-40 persen. Hutan mangrove telah di resmikan sebagai ekowisata mangrove Munjang, pada 27 Juli 2017 oleh Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan,” terangnya.

Untuk menikmati daya tarik hijaunya hutan mangrove, Yasir bersama 24 anggota HKM Gempa 01 menyediakan sejumlah fasilitas bermain dan area untuk berfoto-foto di hutan mangrove. Adapun fasilitas tersebut, yaitu, sebuah gerbang waktu, sepeda gantung, flyingfox, naik speadboot, kuliner laut dan lainnya. 

"Untuk Sepeda gantung, dan flyingfox dikenakan biaya Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per orang. Lalu, pengunjung juga dapat menyelusuri segarnya percikan aliran sungai di hutan lindung mangrove dengan menaiki speadboot dalam waktu 10 menit ke lokasi wisata. Di sepanjang jalan anda juga dapat menikmati keasrian hutan mangrove dan kicau burung sambil berjalan kaki, namun agak sedikit becek,” paparnya.

Untuk speedboat sendiri, kata Yasir, biaya yang dikenakan Rp10 ribu per orang sekali pergi ke lokasi dan gratis untuk anak-anak usia di bawah 8 tahun. 

“Jadi, untuk biaya pergi dan pulang dikenakan biaya Rp20 ribu. Disini juga tersedia tambak pengembangbiakan kepiting, ikan dan udang,” terangnya.

Selain itu, kata Yasir, pengunjung juga dapat menikmati langsung kepiting dan udang  yang masih segar dengan cara memesan ke pihak pengelola HKM Gempa terlebih dahulu, sebelum berkunjung ke ekowisata mangrove. 

“Per porsinya dijual seharga Rp75.000, dengan menu kepiting, udang, sayuran dan ditambah dengan minuman es kelapa muda. Duh nikmatnya berkuliner di hutan mangrove,”katanya.
 

(MUH)