
Jakarta, MERDEKANEWS -- Motif kasus pembunuhan Tjong Sioe Lan (59) dan anaknya Eka Serlawati (35), yang jenazahnya ditemukan di penampungan air di Tambora, Jakarta Barat, diungkap polisi. Kasus pembunuhan itu dipicu persoalan utang piutang.
Pelaku Febri Arifin (FA) dan korban saling kenal dan bertetangga sejak 2021 lalu. "Sebagai tetangga dan sudah rutin meminjam uang sejak 2021 hingga 2025," kata Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Twedi Aditya Bennyahdi, dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Barat, pada Kamis (13/03).
Total uang yang dipinjam pelaku dalam kurun waktu 2021 hingga 2025, senilai Rp 90 juta. Namun, utang itu akhirnya tak dapat dilunasi oleh pelaku. Ia kemudian mengarang cerita dengan mengaku mempunyai kenalan dukun yang dapat menggandakan uang dan mencarikan jodoh. Korban percaya atas perkataan pelaku.
"Mengaku memiliki teman bernama Kris Martoyo sebagai dukun pengganda uang, juga mengaku kenal seseorang dukun pencari jodoh bernama Kakang. Korban juga percaya kepada tersangka, kepada pelaku bahwa pelaku ini memiliki kemampuan yang lebih," ucap Twedi Aditya.
Karena percaya, korban meminta pelaku menggandakan uangnya. Kemudian ritual dilakukan pada 1 Maret 2025. Peralatan untuk melakukan ritual pun disiapkan.
Kepada korban, pelaku mengaku sudah berkomunikasi dengan Kris Martoyo dan Kakang untuk melakukan ritual tersebut. Padahal, Kris Martoyo dan Kakang hanyalah tokoh fiktif yang diciptakan oleh pelaku untuk membohongi korban.
Namun demikian, ritual yang dilakukan tak kunjung menuai hasil. Korban lalu mencaci maki pelaku hingga membuat pelaku emosi. Pelaku langsung menganiaya korban hingga tewas dengan cara memukul memakai besi dan mencekik memakai tali rapia.
Setelah memastikan Sioe Lan meninggal dunia, pelaku lanjut membunuh Eka dengan menggunakan besi yang sama dan dipakai untuk membunuh Sioe Lan. Setelah Eka terbunuh, pelaku langsung menyeret jasad dua korban dan menyembunyikannya di toren.
Kombes Twedi Aditya Bennyahdi mengatakan pelaku tak hanya menghabisi nyawa korban tapi juga menggasak uang senilai Rp50 juta. Uang itu merupakan uang yang diminta korban untuk digandakan lewat ritual. "Pelaku mencari uang yang tadi disebutkan korban pertama (Sioe Lan) untuk digandakan dan ditemukan uangnya dan diambil lah sejumlah Rp50 juta rupiah," kata dia.
Setelah membunuh dan menggasak uang Rp50 juta, pelaku kembali ke kampung jalannya di Banyumas. Di sana, dia menggunakan uang Rp50 juta untuk membeli motor, ponsel, dan memberi ke keluarganya. "Dia sudah menggunakan untuk sepeda motor, untuk handphone, dan memberikan ke keluarganya," ucap dia.
Febri dikenakan pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau seumur hidup. "Ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara," ucap Kombes Twedy Aditya.