BPJPH Pastikan Berlakunya Kewajiban Sertifikasi Halal Tak Persempit Ruang Bagi Pelaku Usaha Non-Halal
BPJPH Pastikan Berlakunya Kewajiban Sertifikasi Halal Tak Persempit Ruang Bagi Pelaku Usaha Non-Halal
Kepala BPJPH, Haikal Hassan Baras. (Foto: Biro Humas BPJPH)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Kepala Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Haikal Hasan memastikan bahwa berlakunya kewajiban sertifikasi halal sama sekali tidak mempersempit ruang pelaku usaha dengan produk non-halal terutama di sektor makanan dan minuman.

Menurut Haikal, persoalan halal dan non-halal di sektor makanan dan minuman merupakan urusan pilihan pribadi konsumen. BPJPH hanya mengimbau dan mengarahkan.

“Kita (BPJPH) hanya mengimbau dan mengarahkan. Kalau ente masih mau makan, makanan atau minum, minuman haram itu terserah ente. Kita nggak memaksa atau membatasi konsumen,” kata Haikal dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Selasa (29/10).

Haikal mengatakan, bahwa undang undang juga menegaskan jika pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan tidak halal atau non-halal dikecualikan dari mengajukan sertifikat halal.

“Konsumsi produk itu pilihan. Yang halal boleh beredar dengan bersertifikat halal. Yang non-halal juga boleh beredar asalkan mencantumkan keterangan tidak halal,” kata Haikal.

Penegasan soal produk yang berasal dari bahan yang tidak halal atau non-halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, juga pernah disampaikan mantan Kepala BPJPH, Muhammad Aqil irham pada Senin (25/03/2024) lalu.

“Produk non halal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal,” kata Aqil yang kini menjabat sebagai Plt Sekretaris Utama BPJPH.

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa karena produk-produk tersebut dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, maka produk-produk tersebut tetap bisa diperdagangkan sekalipun pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal sudah dimulai pada 18 Oktober 2024.

Namun, kata dia, dengan syarat produk tersebut diberi penjelasan atau gambaran sejelas-jelasnya bahwa produk berbahan atau mengandung unsur non-halal.

“Misalnya, produk mengandung daging babi diberi keterangan dengan mencantumkan tulisan atau gambar babi di bungkusnya,” kata Aqil.

Hal ini, lanjut Aqil, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, bahwa pelaku usaha yang memproduksi produk yang berasal dari bahan yang diharamkan, wajib mencantumkan keterangan tidak halal.

Keterangan tidak halal itu dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.

Selanjutnya, Pasal 93 menyatakan bahwa produk yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar, tulisan, dan/atau nama bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi bahan, misalnya dengan warna merah.

“Undang-undang nomor 33 dan Peraturan Pemerintah nomor 42 Tahun 2024 juga mengatur mengatur bahwa pencantuman keterangan tidak halal pada produk harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” katanya.

″Prinsipnya, regulasi JPH bertujuan untuk menghadirkan perlindungan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat bahwa produk yang halal itu jelas dan yang non-halal juga jelas,” ucapnya.

(Ind)
BPJPH Tegaskan Rantai Pasok Produk Makanan Harus Penuhi Standar Halal
BPJPH Tegaskan Rantai Pasok Produk Makanan Harus Penuhi Standar Halal
BPJPH Terus Gencarkan Pengawasan Produk di Masyarakat
BPJPH Terus Gencarkan Pengawasan Produk di Masyarakat
Kepala BPJPH Gagas Pembentukan ASEAN Australia New Zealand Halal Forum
Kepala BPJPH Gagas Pembentukan ASEAN Australia New Zealand Halal Forum
Menag dan Kepala BPJPH Teken MoU, Sepakat Perkuat Sinergi Halal di Indonesia
Menag dan Kepala BPJPH Teken MoU, Sepakat Perkuat Sinergi Halal di Indonesia
BPOM Paparkan Kronologi Temuan Produk Makanan Olahan Mengandung Babi
BPOM Paparkan Kronologi Temuan Produk Makanan Olahan Mengandung Babi