Jakarta, MERDEKANEWS - Asian Development Bank (ADB) memerkirakan, defisit transaksi perdagangan pada 2018 dan 2019 bakal melebar. Melebihi realisasi 2017 yang mencapai 1,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Untuk 2018, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat, sedangkan impor masih tetap kuat yang ditopang oleh permintaan barang modal," kata Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein di Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Artinya, jelas Wicklein, defisit transaksi berjalan bakal sedikit meningkat pada 2018 dan 2019 yang disebut-sebut sebagai tahun politik. Secara eksternal, risiko terhadap proyeksi perekonomian Indonesia mencakup perkembangan kebijakan moneter negara maju dan ketegangan perdagangan global, meningkat.
Sementara itu, menurut Wicklein, dari sisi domestik, perekonomian Indonesia berpotensi menghadapi kekurangan pendapatan dan terlambatnya pengeluaran. Berdasarkan laporan Asian Development Outlook (ADO) 2018, berlanjutnya reformasi struktural di Indonesia bisa membawa pertumbuhan inklusif.
Menurut Kepala Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada, permintaan ekspor dan domestik yang kuat di kawasan Asia, mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia dan Pasifik di 2018 dan 2019, mencapai 5,9%, atau lebih rendah ketimbang 2017 yang mencapai 6,1%. "Perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan mempertahankan momentum pertumbuhan yang didorong oleh kebijakan positif, ekspor meningkat dan permintaan domestik yang kuat," papar Yasuyuki.
Dengan demikian, jelas dia, kekuatan kondisi keuangan di kawasan Asia akan mampu menopang kawasan ini dari potensi guncangan eksternal. Termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan dan arus modal keluar.
(setyaki purnomo)