Korban Mafia Tanah di Depok Ngadu ke Kapolri dan Menko Polhukam
Korban Mafia Tanah di Depok Ngadu ke Kapolri dan Menko Polhukam
Lokasi tanah yang menjadi sengketa

Jakarta, MERDEKANEWS -- SP dan AS, sebagai korban mafia tanah mengadu ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, dan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto.

Laporan ke petinggi penegak hukum itu dengan harapan agar kasus yang dialaminya dapat ditangani secara baik, profesional dan transparan.

“Kami melihat banyaknya pihak yang terlibat dan bermain, maka kami mengindikasikan bahwa tanah SP dan AS sudah masuk ke jaringan mafia tanah yang ada di Depok dan diduga melibatkan beberapa unsur terkait,” ujar Eko Djasa B, SH M . Hum, Surya Astawan, SH dan Dimaz Pratama SH, sebagai kuasa hukum SP dan AS di Jakarta, Selasa (5/3/2024).

Eko memaparkan informasi adanya jaringan mafia tanah juga telah disampaikan kepada Kapolri melalui tembusan kepada Menteri Polhukam dengan harapan agar kasus tersebut dapat diselesaikan secara baik, profesional dan transparan. SP dan AS adalah pemilik dari 11 bidang tanah SHM yang terletak di Jalan Bhineka IV, RT. 003, RW. 009, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, luas ± 15.000 M².

Eko sebagai Managing Partner Eko Djasa SH, M.Hum Law Office dan Patners mengungkapkan, kliennya menjadi korban mafia tanah bermula ada perjanjian jual beli tanah (saat masih girik) antara SP kepada MS dengan pembayaran 3 termin dan selama 1 tahun. Ternyata dalam waktu singkat perusahaan tersebut MS tidak pernah melakukan pembayaran. Namun saat perjanjian berlangsung MS tahun 2019 dengan ijin hanya pembersihan lokasi dan pengkavlingan, pengaturan pasos pasum dari SP secara ilegal melakukan penjualan di bawah tangan kepada beberapa konsumen.

“Ini berlansung terus hingga 2022 mencapai sekitar 26 konsumen dengan estimasi harga yang telah mencapai MS sebesar Rp7,8 miliar,” paparnya.

Lebih lanjut Eko memaparkan, pasca SP melakukan pembatalan perjanjian melalui surat kepada MS tanggal 14 Juni 2020 dan permintaan agar keluar lokasi sesuai surat PS pada tanggal 30 Juli 2030 maka sekitar bulan September 2020 SP dan AS telah mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik dan pada tanggal 14 Januari 2021 telah terbit 11 bidang SHM. Kemudian SP dan AS mengurus 11 Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) pada .23 Desember 2022.

“SP dan AS melalui Kuasa Hukumnya pada 4 Pebruari 2022 telah melakukan pengaduan kepada Bareskrim Mabes Polri dan 9 Pebruari 2022 ditangani Ditipidum Unit II dengan Surat Perintah penyelidikan dan 17 Maret 2022 telah dilakukan peninjauan lapangan dan dilakukan pemeriksaan kepada beberapa orang Saksi dan konsumen, namun proses dumas tersebut belum naik LP walaupun sudah memakan waktu 1,5 tahun,” jelasnya.

Kemudian, sambung Eko, SP dan AS melalui Kuasa Hukumnya membuat Laporan Polisi Nomor : LP/B/241/VIII/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 11 Agustus 2023, yang dilimpahkan ke Polda Metro Jaya Nomor : B/9729/VIII/ RES.7.4/2023/Bareskrim, tanggal 16 Agustus 2023 dan Surat Pemberitahuan Penanganan Perkara Dumas (SP3D) No B.10007/XI/RES.7.5./2023/ Bareskrim, tanggal 13 November 2023. SP2HP Nomor : B/5940/XII /RES.1.2./2023/Ditreskrimum, tanggal 4 Desember 2023. SPDP Nomor : B/20190/XII/RES.1.2./2023/Ditreskrimum, tanggal 11 Desember 2023.

“Saat ini proses hukum (Penyidikan) masih ditangani Polda Merto Jaya dengan sangkaan Penipuan Pasal 378 KUHP Penggelapan Pasal 372 KUH dan Memasuki pekarangan orang lain tanpa izin Pasal 167 KUHP,” bebernya.

Eko mengungkapkan, bahwa MS yang mengaku sebagai pengembang ZR telah melakukan serah terima poyek kepada salah satu konsumen yang bernama ID pada sekitar Desember 2020 (Anggota Brimob Kelapa Dua) ​​​​dan yang terkait meminta Sdr MS membangun sebuah rumah (disaat pandemi Covid) dan selanjutnya . bangunan rumah tinggal permanen dan tanpa alas hak yang jelas dan tanpa ijin dari PS dan berdiri di lokasi bagian depan tanah SP dan AS.

“Hingga saat dibuat laporan ini yang terkait masih menguasai tanah SP dan AS secara keseluruhan dengan memasang memportal tanah dan menyemen pelataran tanah,” paparnya.

“Kami melihat proses penjualan beli tanah sekitar 26 orang kepada MS secara keseluruhan dilakukan dengan kwitasi dan sebagian ada yang melalui PPJB dan herannya tidak ada satupun konsumen yang melakukan pembelian melalui PPAT, sehingga biasanya oleh PPAT akan dilakukan penelitian Subyek dan Obyek Hukumnya, siapa pemilik tanah , ada surat pernyataan apakah status tanahnya dalam jaminan atau dijaminkan kepada pihak lain, bagaimana PBBnya. Jadi patut ditanyakan tidak adanya unsur ketidakhati-hatian dan sebagai pembeli yang beritikad baik karena konsumen membeli yang bukan kepada pemilik tanah,” tutupnya.

(Red)