Tidak Cuma Parlemen, MK Juga Dinilai Harus Koreksi Ambang Batas Pencalonan Presiden
Tidak Cuma Parlemen, MK Juga Dinilai Harus Koreksi Ambang Batas Pencalonan Presiden
Hidayat Nur Wahid. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen dinilai perlu diatur ulang dengan kajian ilmiah, argumentasi yang rasional, dan demokratis. Hal itu dikatakan Wakil Ketua MPR RI, Muhammad Hidayat Nur Wahid.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu turut menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 116/PUU-XXI/2023 terkait dengan ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen suara sah nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tak hanya amabang batas, Hidayat Nur Wahid meminta MK untuk konsisten dan adil dalam memutus perkara ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold).

Menurut legislator yang akrab disapa HNW itu, MK harus memerintahkan pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah) untuk mengoreksi presidential threshold 20% sebelum Pemilu 2029.

"Ini juga seharusnya bukan hanya berlaku terhadap parliamentary threshold yang 4 persen itu, tetapi juga mestinya diberlakukan untuk presidential threshold yang berlaku saat ini yakni 20 persen," kata HNW dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu.

HNW mengatakan, walaupun putusan MK ini agak berbeda dengan pakem pada putusan-putusan sebelumnya, di mana MK akan menyerahkan sepenuhnya terkait dengan angka ambang batas kepada pembentuk Undang-Undang, melalui open legal policy (kebijakan terbuka pembentuk undang-undang). Tetapi kini, MK justru mendesak DPR untuk mempertimbangkan koreksi angka 4% parliamentary threshold tersebut.

"Ini tentu juga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa MK bisa memiliki pendapat yang berbeda dibanding pakem sebelumnya? Sama seperti ketika MK memutuskan terkait usia pencalonan calon wakil presiden (Cawapres) yang berujung kepada sanksi pelanggaran kode etik Ketua MK saat itu, karena keputusan itu dinilai sebagai menghidupkan nepotisme karena menguntungkan putra Presiden yang adalah juga keponakan Ketua MK," ujarnya.

Terkait putusan Parliamentary Threshold kali ini, lanjut HNW, sangat wajar jika masyarakat kembali mempertanyakan putusan MK di luar dari pakem yang telah mereka ciptakan sendiri.

Apalagi, lanjutnya, publik juga memahami bahwa pada Pemilu 2024, salah satu partai yang terancam tidak lolos parliamentary threshold 4% adalah partai yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Selanjutnya, HNW mengingatkan agar MK juga berlaku adil sesuai dengan prinsip konstitusi yang berlaku di Indonesia yang negara hukum, serta menyelamatkan kedaulatan rakyat, agar kualitas demokrasi dan Pilpres menjadi lebih baik di tahun 2029 ke depan.

Hal ini dilakukan dengan memerintahkan kepada pembentuk UU (DPR dan Pemerintah) untuk mengoreksi 20% presidential Tthreshold sebelum Pemilu 2029, seperti halnya argumentasi MK dalam putusan terkait koreksi 4% parliamentary threshold tersebut.

"Apabila MK memerintahkan pembentuk UU untuk mengkoreksi 4% parliemantary threshold, dan agar menetapkan angka parliamentary threshold berbasis kajian ilmiah dan argumentasi yang rasional dan demokratis, maka seharusnya MK juga memerintahkan pembentuk undang-undang untuk juga melakukan hal serupa ketika menetapkan presidential threshold, sehingga mengkoreksi presidential threshorld 20 persen sebelum Pemilu/pilpres 2029," ujarnya.

HNW mengatakan bahwa banyak pihak telah mengajukan permohonan agar presidential threshold 20% untuk dinyatakan inkonstitusional dan seharusnya diturunkan, termasuk permohonan yang sudah diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah mendasarkan pada kajian ilmiah dan prinsip demokrasi.

Apalagi, teori-teori atau rumusan yang digunakan oleh para pemohon dalam perkara parliamentary threshold itu tidak jauh berbeda dengan teori atau rumus yang digunakan PKS dalam permohonannya yang lalu.

"Ketika itu, MK memang tidak mengabulkan permohonan yang diajukan oleh PKS terkait presidential threshold di angka antara 7% sampai 9%, tetapi dalam pertimbangannya MK mengapresiasi PKS yang telah mempergunakan kajian ilmiah yang rasional, proporsional, demokratis dan implementatif dalam menetapkan hal tersebut," katanya.

"Hal yang juga diingatkan oleh MK saat memutuskan koreksi terhadap parliamentary threshold 4%. Dan itulah seharusnya yang perlu diputuskan oleh MK agar dilakukan oleh DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang ketika menetapkan angka-angka ambang batas parliamentary threshold maupun presidential threshold. Laku konsisten dan adil dari MK itu yang akan menyelamatkan kepercayaan publik terhadap MK dan putusan-putusannya," pungkas HNW.

(Jyg)
Punya Jam Terbang Tinggi, PDIP dan PKS Berpeluang Jadi Oposisi Pemerintahan Probowo-Gibran
Punya Jam Terbang Tinggi, PDIP dan PKS Berpeluang Jadi Oposisi Pemerintahan Probowo-Gibran
Jangan Pasang Ekspektasi Terlalu Tinggi, MK Diyakini Tidak Berani Diskualifikasi Gibran
Jangan Pasang Ekspektasi Terlalu Tinggi, MK Diyakini Tidak Berani Diskualifikasi Gibran
Kabulkan Gugatan Perludem, MK Putuskan Ambang Batas 4 Persen Harus Diubah Sebelum Pemilu 2029
Kabulkan Gugatan Perludem, MK Putuskan Ambang Batas 4 Persen Harus Diubah Sebelum Pemilu 2029
Cak Imin: Sanksi Etik DKPP Catatan Hitam Proses Politik Nasional
Cak Imin: Sanksi Etik DKPP Catatan Hitam Proses Politik Nasional