Oleh : Akhmad Sujadi
Modernisasi Pelayanan, Pola Operasi KRL Diubah
Modernisasi  Pelayanan, Pola Operasi KRL Diubah
Akhmad Sujadi Pemerhati Transprotasi, Sosial dan Politik

Perubahan pola operasi  multi operation menjadi single operation hanyalah pemanasan menuju perubahan pola operasi KRL yang lebih berisiko, yaitu perubahan operasi “Pola Loop Line”.

Perubahan operasi pola loop line sangat berbeda dengan pola operasi single operation yang telah sukses masa transisinya pada Juni 2011.

Pada pola operasi Single Operation para penumpang KRL masih dimanjakan sejak naik hingga turun dari KA di stasiun tujuan. Penumpang tidak perlu berganti KRL di stasiun transit, karena pada pola operasi sebelumnya para penumpang  KRL masih dijemput dan  diantar oleh KRL dari stasiun pemberangkatan hingga stasiun tujuan akhir.

Meskipun dalam operasinya operator KRL itu kesulitan mengoperasikan KRL menuju stasiun tujuan karena harus langsir, yang penting bisa mengantar penumpang dari awal sampai tujuan.

KRL dari Tangerang ke Jakarta Kota atau sebaliknya,  harus langsir di Stasiun Kampung Bandan. Masinis harus pindah kemudi dan memerlukan waktu untuk manuver.

Kondisi emplasemen Kampung Bandan untuk menuju Stasiun Jakarta Kota harus masuk di jalur III,  spoornya pendek, sehingga KRL  dari Tangerang ke Jakartakota rangkaianya hanya 6 kereta,  idealnya minimal 8 kereta.

KRL Serpong -  Sudirman, di Stasiun Tanahabang harus berbalik kabin, masinis pindah kemudi. Stasiun Sudirman bukan stasiun R-19 yang memiliki jalur untuk berbalik arah,  maka KRL harus sampai di Stasiun Manggarai hanya untuk sekedar berbalik arah.

Padahal tujuan utamanya adalah Stasiun Sudirman, secara operasional terjadi pemborosan listrik karena harus menambah jarak yang lebih jauh.

Pola operasi ini tentu  menyulitkan operator dan berisiko tinggi,  setiap gerakkan KRL adalah berisiko.

Ketika memasuki Stasiun Kampung Bandan, Tanah Abang atau Manggarai KRL akan menyekat beberapa wesel (alat pemindah jalur untuk mengarahkan KA di stasiun) dan mengunci jalur KA, sehingga secara operasional pola operasi sebelumnya berisiko dan tidak efisien.

Perubahan pola operasi pola loop line merubah trayek dari  semula 37 stasiun tujuan dapat dipersingkat menjadi 7 trayek.

Semula trayeknya dari Stasiun Bogor, Bojonggede, Depok, ke Jakartakota dan Tanah Abang atau sebaliknya penumpang bisa langsung tanpa turun,  transit dan berpindah.

Penumpag dari Bekasi dapat langsung ke Tanah Abang dan Jakarakota baik lewat Manggarai maupun Pasarsenen.

Penumpang dari Serpong dan Tangerang semula bisa langsung menuju Sudirman tanpa turun dan berganti KRL, penumpang harus transit, turun dan berpindah KRL di stasiun Tanah Abang.

Pola baru mengharuskan penumpang menyesuaikan dengan layanan baru, tentu saja sangat tidak nyaman. Ketika hujan tiba mereka basah karena belum semua stasiun representatif dalam mengakomodasi kebutuhan penumpang transit.

KRL dari Bogor/Depok ke Jatinegara melewati jalur lingkar Manggarai-Jatinegara, yang lebih dikenal dengan jalur loop line, sehingga trayek Bogor/Depok-Jatinegara  dapat dimanfaatkan sebagai KRL penerus bagi para penumpang dari koridor lain yang telah turun pada jalur transit.

Dengan pola loop line, maka para penumpang dari Bekasi menuju Tanah Abang yang sebelumnya dapat langsung tanpa turun, harus transit, turun dan berpindah KRL dari Bogor/Depok ikut KRL ke  Jatinegara  di Stasiun Manggarai.

Demikian pula untuk pulangnya menuju dari Tanah Abang menuju Bekasi juga harus turun dan transit berganti KRL dari Jakartakota-Bekasi di Stasiun Manggarai.

Dengan pola loop line sebenarnya secara teori penumpang lebih  cepat tiba di stasiun tujuan karena frekuensi KRL jauh lebih banyak dibanding dengan trayek awal akhir sebelumnya. Namun karena penumpang harus transit, turun dan berganti KRL inilah yang membuat pada masa transisi mereka sulit menerima.

Merubah budaya yang sudah bertahun-tahun sangat sulit, namun saat ini semua tertib mengikuti aturan.

Pola loop line stasiun-stasiun tempat persimpangan KA menjadi stasiun transit, tempat penumpang berganti KRL untuk meneruskan ke stasiun tujuan akhir.

Stasiun-stasiun transit terdiri Stasiun Jatinegara untuk penumpang dari dan ke Bekasi ke arah Pasarsenen, Depok/Bogor/Tangerang dan Serpong.
Stasiun Manggagrai untuk  transit penumpang dari Bogor, Depok menuju Stasiun Bekasi, Jakartakota.

StasiunTanah Abang untuk transit penumpang dari dan ke Serpong menuju Sudirman, Depok, Bogor, Bekasi dan lainya. Stasiun Duri sebagai stasiun transit penumpng dari Tangerang ke Tanah Abang, Depok, Bogor, Bekasi dan juga ke Serpong.

Sedangkan Stasiun Kampungbandan untuk  stasiun transit penumpang dari Tanjung Priok dan ke Jakartakota.

Untuk mempermudah  komunikasi visual KAI membuat peta perjalanan dan papan penunjuk visual di hampir seluruh stasiun KRL dan di gerbong KRL. Dalam peta perjalanan rute-rute KRL  ditandai dengan warna yang menunjukkan rstasiun awal dan stasiun tujuan KRL.

Warna kuning untuk KRL rute Bogor/Depok ke jalur lingkar menuju Manggarai, Sudiiman, Tanahabang, Duri, Kampungbandan, Pasarsenen hingga Jatinegara.
Total ada 7 warna berbeda sebagai sarana komunikasi visual yang menunjukkan trayek suatu KRL.

Dengan pewarnaan yang berbeda, penumpang dapat menentukan dari mana dia berasal, menuju ke stasiun mana dan di mana harus transit, turun  untuk berganti KRL agar tujuan akhir stasiunya dapat tercapai.

Pola loop line  untuk mengatasi keterbatasan jaringan KRL, terbatasnya sistem persinyalan dan bertambahnya penumpang, sehingga perlu dilakukan perubahan pola operasi agar KRL yang dioperasikan dapat ditambah disesuaikan dengan kebutuhan penumpang yang terus bertambah, sehingga pertumbuhan penumpang dapat diimbangi dengan penyediaan sarana KRL.

Pola loop line merupakan implementasi kerja keras  insan PT KAI dan DJKA mengolah  jaringan yang  terbatas, namun dapat dioptimalkan dan  mengangkut penumpang sebanyak-banyaknya.

PT  KAI dan  PT KCI maraton  berbulan-bulan menertibkan stasiun, menata dan memodernisasi stasiun yang  akhirnya dapat  menuangkan konsep dan merancang “Pola operasi KRL Loop Line” yang diberlakukan pada Desember 2011.

Beberapa kendala perubahan pola operasi loop line diantaranya kondisi stasiun yang aksesnya belum memenuhi standar keselamatan dan standar pelayanan. Misalnya di Stasiun Jatinegara, Manggarai, Kampungbandan, Duri umunya ketika transit para penumpang harus  menyeberanagi rel, menaiki peron yang tinggi dan terkadang terhalang oleh KA atau KRL yang parkir di stasiun transit.

Kondisi ini telah menimbulkan protes keras dari para pengguna jasa pada masa transisi. Bahkan para penumpang beramai-ramai tanda tangan mengeluarkan petisi dan menolak perubahan pola operasi loop line.

Dengan keteguhan hati, keikhlasan dalam bekerja PT KAI berhasil merubah pola operasi loop line dengan sukses.
Perubahn pola operasi loop line berdampak pada tingkat kesibukan suatu stasiun.

Stasiun  Manggarai dulu sepi karena hanya berfungsi sebagai stasiun pengaturan Pejalanan sontak  penumpangnya ramai, karena penumpang harus turun dari KRL, transit dan berpindah KRL di Manggarai.

Kondisi Stasiun Manggarai, Jatinegara, Duri, Tanah Abang, Kampung Bandan merupakan stasiun transit,  secara teknis belum memenuhi persyaratan untuk menjamin keselamatan penumpang ketika trasnsit. Penumpang masih harus menyeberangi rel dengan risiko tinggi karena masih banyak KA antar kota yang berjalan langsung di Stasiun Manggarai, Duri, Jatinegara dan Kampungbandan.

Namun kalau pola loop line tidak diterapkan saat itu, kapan akan dimulai perubahan pelayanan KRL Jabodetabek?

Meskipun berisiko, PT KAI mengambil langkah perubahan besar menuju pelayanan KRL yang lebih baik. Dengan perubahan pola operasi, PT KAI dapat menambah frekuensi dan meningkatkan pelayanan KRL menjadi 1,2 juta orang perhari meskipun dengan berbagai keterbatasan infrastruktur stasiun, jaringan dan sistem persinyalan.

Perubahan pola operasi loop line telah berhasil menambah frekuensi KRL dan menambah kapasiatas angkut, hal lebih penting lagi, PT KAI berhasil merubah perilaku penumpang  KRL yang semula manja menjadi giat dan berbudaya kerja karena harus transit, yang sebelumnya masa bodoh jadi peduli. Inilah perubahan besar yang dilakukan dalam kiprahnya merubah budaya bangsa melalui transportasi kereta api.

Saat ini stasiun-stasiun transit Manggari, Tanah Abang, Duri, Jatiengara dan Kampung Bandan sudah ditertibkan menjadi stasiun yang tertib, aman, nyaman dan berkeselamatan.

Modernisasi pelayanan KRL dilakukan bersama PT KAI dan DJKA. Mereka bahu membahu mewujudkan membenahi stasiun untuk menuju pelayanan kelas dunia.

Naik KRL di Jabodetabek sama dengan naik KRL di China, Jepang dan Perancis, negara yang penah penulis kunjungi.***

(###)
Modernisasi Perkeretaapian Jabodetabek Libatkan BUMN dan Swasta
Modernisasi Perkeretaapian Jabodetabek Libatkan BUMN dan Swasta
Modernisasi Perkeretaapian Jabodetabek, BSD Bangun Stasiun Jatake
Modernisasi Perkeretaapian Jabodetabek, BSD Bangun Stasiun Jatake
Urgen Bappenas Segera Bentuk BLU Perlintasan Sebidang
Urgen Bappenas Segera Bentuk BLU Perlintasan Sebidang
Modernisasi Stasiun Jabodetabek Libatkan BUMN
Modernisasi Stasiun Jabodetabek Libatkan BUMN
Modernisasi Perkeretaapian Dukung Pengembangan Perumahan
Modernisasi Perkeretaapian Dukung Pengembangan Perumahan