Pengamat Aturan Pajak Ini Masih Abu-abu
Pengamat Aturan Pajak Ini Masih Abu-abu
Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo

Jakarta, MERDEKANEWS - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto terkesan abu-abu alias tak jelas. Ada sejumlah catatan yang perlu dipertimbangkan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengungkapkan sejumlah catatan tersebut. Pertama, frasa "tidak sepenuhnya" dalam pasal 1 PMK 15harus diberi penafsiran yang jelas. Ini penting untuk menghindari subjektivitas atau ketidakpastian di lapangan. "Ini perlu untuk menjamin hak wajib pajak dan menciptakan keadilan dan kepastian hukum," ujar Yustinus dalam pernyataan resmi kepada media di Jakarta, Senin (5/3/2018).

Selain itu, Yustinus menuturkan, Wajib Pajak (WP) sebaiknya diberi hak untuk menguji metode yang digunakan pemeriksa pajak. Agar sesuai atau mendekati kondisi yang sebenarnya.

Di mana, pasal 1 PMK-15 menyataklan: "Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, atau dianggap mernilih menyelenggarakan pembukuan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak: a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan; atau b. tidak atau tidak sepenuhnya mernperlihatkan dan/ atau meminjarnkan pencatatan atau pembukuan atau bukti pendukungnya, sehingga rnengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain."

Untuk karyawan atau pegawai, tidak perlu khawatir, karena mereka bukan sasaran. WP karyawan cukup menyimpan bukti penerimaan penghasilan atau bukti pemotongan pajak yang diterima, bukti-bukti kepemilikan aset atau hutang. "Jadi tidak benar bahwa petugas pajak akan meneliti, mencari-cari kesalahan, atau menggunakan PMK ini untuk menyisir objek pajak baru," ujar Yustinus.

Dalam konteks ini, Yustinus mengingatkan tentang langkah yang bisa ditempuh WP. Sesuai Undang-undang, jika wajib, maka WP harus menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang baik sesuai ketentuan. Lalu, simpan seluruh dokumen atau bukti. "Hitung pajak dengan benar dan bayar kewajiban sesuai perhitungan, dan laporkan ke kantor pajak. Niscaya kita menjadi wajib pajak patuh yang tak perlu takut, justru harus bangga," kata Yustinus.

Ia menambahkan, masyarakat tak perlu gusar dan khawatir. Untuk saat ini, tidak ada pajak baru, atau pemungutan yang agresif dan mencari-cari kesalahan. "Ini hanya aturan pelaksanaan, yang justru untuk menciptakan kepastian dan keadilan," ujar Yustinus.

 

 

(Setyaki Purnomo)
Terima THR Lebih Kecil, Netizen Nggak Ikhlas Potongan PPh 21, Begini Penjelasan DJP  
Terima THR Lebih Kecil, Netizen Nggak Ikhlas Potongan PPh 21, Begini Penjelasan DJP  
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun
Sri Mulyani: Penerimaan Pajak Hingga Pertengahan Maret 2024 Capai Rp342,88 Triliun
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024
Sri Mulyani Imbau Masyarakat Laporkan SPT Pajak Tepat Waktu 31 Maret 2024
Kuliah Umum UICI, Prof Zudan Paparkan Upaya BNPP Jaga Kedaulatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perbatasan
Kuliah Umum UICI, Prof Zudan Paparkan Upaya BNPP Jaga Kedaulatan dan Kesejahteraan Masyarakat Perbatasan
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri
Pemerintah Berikan Insentif Pajak Pacu Produksi dan Adopsi Kendaraan Listrik Dalam Negeri