
Jakarta, MERDEKANEWS - Terkait anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menyebut hanya sementara. Padahal sudah jelas-jelas ambruk.
Menurut Mirza, pelemahan nilai tukar rupiah dipicu reaksi pasar. Mirip yang terjadi pada Februari. Ambruknya rupiah adalah hal yang bersifat temporer. Lantaran market tengah melakukan adjustment terhadap ekspektasi yang berkembang di pasar. "Sebenarnya akan menjadi concern kalau angka makro kita jelek," kata Mirza di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Kemudian, kata Mirza, inflasi nasional masih tergolong turun dibandingkan Januari 2018. Di mana, inflasi Februari mencapai 0,17%. “Kalau yoy-nya 3,18% itu masuk dalam range ditargetkan. Kan kita targetkan inflasi itu 3,5 plus minus 1%. Artinya kan itu 2,5% sampai 4,5%. Jadi kalau inflasinya itu pada range itu, apalagi bisa di bawah 3,5%, itu bagus," kata Mirza.
Indikator lainnya, kata Mirza, neraca perdagangan terkait impor bahan baku dan barang modal, terjadi kenaikan. Meski secara keseluruhan tercipta defisit. "Itu menunjukkan aktivitas ekonominya bergerak, bukan cuma consumer goods-nya, tapi capital goods-nya juga naik, raw material juga naik. Justru itu bagus, dan ekspor kita masih relatif bagus terutama yang didorong oleh komoditas," ujar dia.
Terakhir, kata Mirza, inflasi bisa terjaga, cadangan devisa terkendali, neraca pembayaran masih surplus. Sehingga defisit APBN 2018 bakal lebih mudah mengendalikannya di level 2,2%. "Kalau itu semua kita bisa jaga, dan pemerintah komit lakukan reformasi struktural maka enggak usah khawatir," kata Mirza.
(Setyaki Purnomo)