Anggaran Besar Kementan, Kinerja Pas-pasan, DPR Minta Dievaluasi
Anggaran Besar Kementan, Kinerja Pas-pasan, DPR Minta Dievaluasi
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Ichsan Firdaus lontarkan kritik keras kepada kementerian pertanian

Jakarta, MERDEKANEWS - Klaim kinerja sukses dari Kementerian Pertanian (Kementan) perlu diuji. Pasalnya, pernyataan keberhasilan itu berbanding terbalik dengan realitas di lapangan.

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Ichsan Firdaus, mengatakan, Kementan perlu melakukan evaluasi serius terkait implementasi kebijakan yang diambil. Mulai dari kebijakan cetak sawah, hingga program intensifikasi seperti pupuk, benih serta peningkatan kesejahteraan petani belum berjalan dengan optimal.

Terkait dengan program cetak sawah, pihaknya mengaku memang sengaja melakukan pemotongan anggaran yang cukup besar terhadap program ini. Alasanya, DPR melihat terdapat masalah terkait implementasi program cetak sawah.

“Seringkali kita mendengar cetak sawah itu tidak ada irigasinya. Semestinya irigasinya itu bukan hanya kewenangan Kementan, ada juga di Pekerjaan Umum (PU). Makanya, saya mendesak Kementan segera berkoordinasi,” tegas Ichsan.

Tak hanya itu saja, Ichsan meminta, Kementan tidak mengumbar sensasi dengan menyebutkan Indonesia mengalami surplus beras. Sebab, faktanya, tiap tahun pemerintah melakukan impor beras. “Artinya kemudian, kalau memang produksi beras kita surplus semestinya tidak impor. Mestinya harga beras tidak naik,” ungkapnya.

Menurutnya, impor beras yang dilakukan oleh pemerintah ini lantaran data yang dimiliki Kementan simpang siur. Tak hanya masalah produksi saja, melainkan data luas tanam.

Senada, Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yeni Sucipto menuturkan, evaluasi komprehensif terhadap anggaran dan hasil (output) kinerja Kementerian Pertanian perlu dilakukan guna menghindari terjadinya pemborosan anggaran. "Anggaran untuk berbagai program kedaulatan pangan selama tiga tahun ini terlihat sangat besar,” tuturnya, Jakarta.  

Untuk diketahui, pada 2015, Kementerian Pertanian mengalokasikan Rp16,86 triliun untuk berbagai program kedaulatan pangan. Di tahun tersebut, alokasi dari APBN untuk keseluruhan kegiatan Kementerian Pertanian mencapai Rp32,80 triliun.

Selama tiga tahun terakhir, dana untuk Kementerian Pertanian tidak bisa dibilang kecil. Total dari 2015—2017, dana Rp84,58 triliun digelontorkan pemerintah ke kementerian tersebut. Guna membiayai operasional dan berbagai program. Di 2018, APBN pun mengucurkan dana ke Kementerian Pertanian sebesar Rp22,6 triliun.

Untuk program kedaulatan pangan, program cetak sawah menjadi salah satu program yang gagal. Padahal pagu anggaran untuk program tersebut terlihat begitu mencolok. Jika pada 2015 pagunya mencapai Rp353 miliar, di 2016 menjadi Rp 6 triliun dan di 2017 dianggaran Rp 4,1 triliun.

Hasilnya? hingga akhir tahun 2017 sawah yang tercetak baru sebesar 160 ribu hektare. Masih sangat jauh dibandingkan dengan target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015—2019 sebesar 1 juta hektare di luar pulau Jawa.

Dalam rencana strategis Kementerian Pertanian program cetak sawah sudah ditargetkan sedemikian rupa tiap tahunnya. Berdasarkan rencana, pada 2015 dapat tercetak 40 ribu hektare sawah baru.

Kemudian pada 2016 bisa tercipta 130 ribu hektar sawah baru dan pada 2017 tercetak 250 ribu hektare sawah baru.  Lalu pada 2018 target dinaikkan menjadi 280 ribu hektare sawah baru dan pada 2019 ditambah 300 ribu hektare sawah baru.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam suatu kesempatan mengaku senang dengan realiasi cetak sawah sebesar itu. Menurutnya, ini kenaikan tertinggi sepanjang sejarah sebab biasanya realiasi cetak sawah baru hanya 24—26 ribu hektare per tahun.

Menurut Yeni, tidak tercapainya target RPJMN inilah yang seharusnya menjadi perhatian presiden sebagai bahan evaluasi kinerja Kementerian Pertanian. Sebab melesetnya target, lanjutnya, sangat mungkin karena sang menteri yang menjadi pelaksananya tidak mampu menerjemahkan rencana sang kepala negara. [tar]

(setyaki purnomo)