Media Sosial: Arena di Era Digital
Media Sosial: Arena di Era Digital
Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

Lembang, MERDEKANEWS -- Media sosial di era digital sekarang ini begitu marak dan mampu menggusur keberadaan media-media konvensional. Media sosial menjadi ruang yang terbuka atau menjadi arena apa saja yang diberdayakan menjadi wadah berbagai kepentingan. 

Fungsi media sosial antara lain, media informasi, media komunikasi, media sosialisasi, media edukasi, media kepentingan politik, media untuk labeling, media bisnis, media penggalangan solidaritas, media penghakiman sosial, media membangun jejaring sosial, media laboratorium sosial, dan masih banyak fungsi media sosial lainnya. 

Efek media sosial di era digital antara lain adanya post truth yang berdampak negatif yang mampu mempengaruhi persepsi dan interpretasi publik. Di era post truth banyak kebenaran dikalahkan oleh pembenaran yang disebarkan melalui media sosial. 

Berbagai hal dapat di design, dikemas sedemikian rupa mengelaborasi antara fakta dan kebohongan yang diviralkan terus menerus sampai yang membuatnyapun merasa itu sebagai kebenaran. Warganet sekarang ini lebih berani namun juga lebih mudah diobok obok opininya. Suasana di media sosial bisa saja panas walau suasana dalam fenomena sebenarnya adem adem saja. 

Komunikasi dalam media sosial mampu menggerus logika menghanyutkan dalam opini maupun pembenaran yang mereka taburkan dalam berbagai wujud informasi yang provokatif. Pada masa lampau dengan kebijakan 3 in 1 muncul joki, era media sosial, muncul buzer, menjadi pasukan bayaran untuk saling serang dan menjatuhkan.  

Perang opini dalam media ini tidak lagi mencerdaskan akan terus saling menabur isu hingga melabel yang tujuannya kebencian. Konflik antar buzer ini menjadi arena baru yang dilontarkan dengan kata-kata kasar bahkan ucapan yang amoral yang selayaknya disampaikan dalam komunikasi publikpun bisa di sampaikanpun dengan tanpa rasa malu maupun bersalah. 

Netizen Indonesia dinilai oleh beberapa pengamat media sosial sebagai netizen yang paling buruk dalam berkomunikasi. Tiada lagi tata krama sopan santun. Walaupun ada UU ITE dan sudah banyak yang ditindak tegas dan diberi sanksi hukum tetap saja banyak yang terus saja mengeluarkan kata kata kasarnya. Seakan-akan senang dan bangga memamerkan kedunguannya. Sebentar marah dan bila tertangkap, menangis merengek-rengek untuk meminta maaf.

Media sosial merajai sistem informasi dan komunikasi dari perorangan sampai berkelompok mereka memiliki suatu tatanan baru. Dalam dunia yang serba on line dari iklan sampai dengan penjualan bahkan penolakan bisa dilakukan.

Aktivitas netizen menjadi suatu pola baru tatkala dapat dipetakan atau dipolakan dalam berbagai algoritma menunjukan sebagai arena sumberdaya. Sistem kajian media sosial semakin berkembang semakin menjadi salah satu pilihan komunkikasi informasi dengan berbagai strategi untuk kepentingan pengeksploitasian sumber daya. 

Perebutan dalam pemberdayaan sumberdaya dari berbagai kepentiangan tersebut tatkala dikategorikan antara lain memanfaatkan primordialisme sebagai pemersatu maupun pemecah belah, menggunakan hobby dan kesukaan untuk membuka pintu masuk jembatan komunikasi dan membangun solidaritas sosial maupun legigimasinya, profesi pekerjaan untuk membuka pasar virtual dengan memanfaatkan viewer dan follower, Melihat dan mempengaruhi opini/ pendapat publik melalui berbagai survey/kajian, memberikan counter issue maupun hiburan dan sebagainya.

Fungsionalisasi media sosial begitu luas, tentu akan berdampak pada perilaku netizen dengan peradaban barunya. Berbagai informasi komunikasi dapat di jembatani secara cepat yang mampu menembus batas ruang dan waktu tatkala ada kekuatan yang seimbang atau lebih kuat untuk mempengaruhinya. Tatkala tidak ada yang dominan atau menjadi acuan atau dasar kebenaran maka informasi dan berita hoax tidak terkendali yang berdampak luas. 

Media sosial bisa digunakan untuk merontokkan atau menyerang dengan berbagai kepentingan. Di sinilah fungsi intelejen media akan menjadi bagian penting untuk menata atau menjaga keteraturan sosial pada warganet. Prinsip kinerja intelejen dari pengumpulan data, analisa, produk dan networking ini dapat dilakukan dengan memberdayakan media sosial sebagai arena atau bahkan laboratorium sosial. 

Dalam kehidupan masyarakat boleh dikatakan sebagian telah ada dalam media sosial. Dari pemetaan pembuatan pola polanya dan pengumpulan data maka akan dapat dihubung hubungkan. Dapat dianalisa untuk menghasilkan algoritma yang berupa info grafis, info statistik, maupun info virtual lainnya. 

Algoritma tadi dapat digunakan sebagai fooding atau model untuk memprediksi mengantisipasi dan memberi solusi. Intelejen media akan membantu menjembatani untuk membangun cooling system yang akan terus berkembang secara variatof. 

Fungsi media sosial secara positif akan mendukung upaya mencerdaskan kehidupan berbagsa dan bernegara demikian juga sebaliknya. Keteraturan sosial dalam dunia virtual menjadi kewajiban warganet untuk mematuhinya agar tidak hanyut dan terprovokasi informasi informasi hoax. Selain itu juga bagi dengan adsnya aturan hukum maka penegakkan hukum terhadap warganet yang dengan sengaja memperkeruh atau mengganggu keteraturan sosial dapat ditegakan.

Cdl

Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.

(Viozzy)
Pencegahan Kejahatan 
Pencegahan Kejahatan 
Tanggapan Bea Cukai Soal Video Viral Beli Sepatu Rp10,3 Juta Kena Bea Masuk Rp31,81 Juta
Tanggapan Bea Cukai Soal Video Viral Beli Sepatu Rp10,3 Juta Kena Bea Masuk Rp31,81 Juta
Permintaan Maaf Pendeta Gilbert Lumoindong Usai Diduga Menghina Shalat dan Kewajiban Zakat Umat Islam
Permintaan Maaf Pendeta Gilbert Lumoindong Usai Diduga Menghina Shalat dan Kewajiban Zakat Umat Islam
Model Pemikiran Teknologi Kepolisian
Model Pemikiran Teknologi Kepolisian
Apa yang Harus Dilakukan Polisi dalam Menangani Lalu Lintas?
Apa yang Harus Dilakukan Polisi dalam Menangani Lalu Lintas?