Jakarta, MERDEKANEWS - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengevaluasi target ekspor nonmigas. Terjadi kenaikan dari 5-7% menjadi 11% di tahun ini. Mudah-mudahan tercapai.
Menariknya, keputusan menaikkan target tersebut, dilakukan Menteri Perdagangan Enggartaiasto Lukita setelah disemprot Presiden Joko Widodo lantaran minimalisnya ekspor 2016 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Enggartiasto mengatakan, evaluasi target peningkatan ekspor lantaran optimisme terhadap perekonomian global. Ditambah membaiknya harga komoditas seperti batubara. Yang akan berdampak langsung terhadap kinerja ekspor Indonesia. "Angka 11 persen pertumbuhan itu bisa dicapai. Bahkan kalau saya, menginginkan itu lebih tinggi lagi. Akan tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan," kata Enggartiasto di sela-sela Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Selain itu, lanjut Enggar, sapaan akrabnya, selama 2017, Kementerian Perdagangan telah berupaya untuk membuka akses pasar khususnya negara-negara nontradisional, termasuk juga penyelesaian perjanjian kerja sama internasional baik bilateral maupun multilateral.
Salah satu peluang yang cukup menjanjikan dari pasar nontradisional adalah Nigeria. Namun, negara tersebut memiliki permasalahan untuk menjaga stabilitas pasar valuta asing dengan membatasi importasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pelaku usaha.
Pemerintah Nigeria mengeluarkan aturan yang membatasi importir barang-barang dan jasa tertentu untuk mendapatkan valuta asing di pasar valas Nigeria. Beberapa komoditas yang masuk dalam daftar tersebut antara lain adalah palm kernel, produk minyak sawit dan vegetable oil, beras, margarin, furnitur dan lain-lain.
"Dengan melakukan safari tersebut, saya lebih yakin (peluang pasar terbuka). Selain itu, kita akan bentuk tim untuk perdagangan timbal balik. Saya akan ajak para pemangku kepentingan, seperti para pengusaha," tutur Enggar.
Selama 2017, kinerja ekspor mencapai US$168,73 miliar atau meningkat 16,2% jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$145,2 miliar. Padahal, target peningkatan ekspor yang ditetapkan pemerintah, saat itu berada di angka 5,6%.
Neraca perdagangan selama 2017, mencatatkan surplus US$11,83 miliar dolar AS secara kumulatif. Nilai tersebut terdiri atas surplus perdagangan nonmigas US$20,40 miliar. Dan, defisit perdagangan migas sebesar US$8,57 miliar.
Masih segar dalam ingatan, Rabu lalu (31/1/2018), Presiden Joko Widodo sentil kinerja Mendag Enggar terkait rendahnya ekspor. Sepanjang 2016, ekspor Indonesia di bawah Thailand, Malaysia, atau Vietnam. Di mana, nilai ekspor Thailand mencapai US$231 miliar, Malaysia US$184 miliar, dan Vietnam US$160 miliar. Sementara Indonesia hanya US$145 miliar. "Angka ekspor Indonesia sangat kalah tertinggal dengan negara sekitar," tegas Jokowi.
Padahal, kata Jokowi, Indonesia unggul dari sisi jumlah penduduk ketimbang negara-negara itu. Saat ini, penduduk Thailand berjumlah 68,86 juta jiwa, Malaysia 31,9 juta jiwa, dan Vietnam 92,7 juta jiwa. "Indonesis memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berlimpah. SDM inilah yang harus diolah secara bersama-sama agar bisa menghasilkan perekonomian yang tinggi," papar Jokowi.
Jokowi menegur Kemendag yang kinerjanya dicap monoton. Selama ini, Kemendag hanya mengandalkan pasar-pasar tradisional sebagai sasaran ekspor. Padahal, pasar non-tradisional seperti di Asia dan Afrika sangat potensial untuk dijajaki.
#EnggartiastoLukita#PartaiNasDem#PresidenJokowi#
(Setyaki Purnomo)