
Jakarta, MERDEKANEWS - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melakukan penyederhanaan izin melalui pergeseran pengawasan tata niaga impor dari border ke post-border.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny, mengatakan, simplifikasi dilakukan karena terdapat perizinan yang dikeluarkan lebih dari satu kementerian atau lembaga untuk satu klasifikasi barang.
Ia menyebutkan, terdapat 1.073 pos tarif atau HS Code (harmonized system code) yang izinnya dikeluarkan oleh lebih dari satu kementerian atau lembaga. Contoh produk yang izinnya dikeluarkan lebih dari satu kementerian atau lembaga adalah ekstrak dan jus daging, ikan atau krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya dengan pos tarif 16030000.
Fadjar mengatakan simplifikasi perizinan dilakukan dengan mengharmoniskan antarperaturan terkait barang yang masuk kategori larangan atau pembatasan (lartas). "Peraturan lartas berbeda disederhanakan dan diharapkan menjadi satu periziann," ucap Fadjar di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Sementara itu, skema pengawasan produk tata niaga impor dari pos pengawasan kepabeanan (border) ke post-border diberlakukan per 1 Februari 2018. Pergeseran pengawasan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tata niaga di bidang impor, terutama untuk mengurangi lartas.
Saat ini, jumlah barang lartas yang tercatat dan menjadi beban dari otoritas bea dan cukai mencapai sekitar 48,3%, atau 5.229 HS code. Klasifikasi seluruh barang yang diimpor adalah 10.826 HS code. Melalui pergeseran pengawasan, jumlah barang yang masuk kategori lartas akan dikurangi hanya menjadi sekitar 20,8%, atau 2.256 HS code.
Pergeseran tersebut tidak menghilangkan persyaratan impor, hanya saja pengawasan yang sebelumnya dilakukan Bea Cukai akan dilakukan kementerian dan lembaga terkait. Skema tersebut dilakukan untuk mengurangi penumpukan kontainer di pos pengawasan pabean sehingga mampu menurunkan waktu tunggu bongkar muat barang (dwelling time) dan mengurangi biaya logistik.
#BeaCukai#KementerianKeuangan#
(Setyaki Purnomo)