
Jakarta, MERDEKANEWS - Suka tidak suka, perekonomian nasional babak belur di tahun lalu. Target pertumbuhan pada 2017 sebesar 5,2%, gagal diraih lantaran realisasinya hanya 5,1%. Tahun ini, diprediksi lebih moncer lantaran adanya pilkada serentak.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menilai, pertumbuhan ekonomi 2018 bakal lebih mengilap. Minimal pertumbuhannya berada di level 5,1%. Ditopang beberapa faktor, salah satunya, ya itu tadi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.
"Sebenarnya kita sudah hitung, belajar dari Pemilu akbar di 2014, dampaknya 0,1-0,2 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Tidak terlalu besar memang, tapi kalau ekonomi di 2017 prediksinya kan 5,05 persen, artinya tinggal ditambahkan. Setidaknya minimal tumbuh 5,1 persen, efek dari Pilkada," kata Bhima di Jakarta, Rabu malam (17/1/2018)
Secara nasional, kata dia, sebesar 56% perekonomian domestik bakal didorong konsumsi. Dibandingkan dengan pertumbuhan flat konsumsi di bawah 5% di 2017. Tahun ini, konsumsi diyakini lebih meningkat karena ada belanja politik.
"Di 2018 itu banyak sekali stimulus karena tahun politik di mana peredaran uang juga akan meningkat 10 persen yang artinya akan ada guyuran uang ke daerah yang merupakan belanja politik dan meningkatkan daya beli masyarakat," kata Bhima.
Dari sisi investasi, Bhima memprediksi masih akan tetap bergerak positif. Investasi yang berkontribusi sekitar 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara pada triwulan III-2017, tumbuh 7 persen, padahal sebelumnya hanya tumbuh 4%-5%.
"Kita harapkan investasi sebenarnya masih cukup positif. Asing memang akan agak mengurangi sedikit karena banyak `wait and see` tahun politik, tapi investasi domestik masih akan cukup dominan dan jadi `driver`," kata Bhima.
Belanja pemerintah yang berkontribusi sekitar 9% terhadap PDB, diprediksi tumbuh di atas 7% di tahun ini. Stimulus fiskal seperti Bansos dan dana desa, serta kenaikan harga komoditas juga bakal meningkatkan daya beli masyarakat sehingga ekonomi bergerak lebih cepat.
Bhima mengharapkan, pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan yang aneh sepanjang 2018. Yang dimaksud kebijakan aneh adalah kebijakan yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan juga menghambat ekonomi domestik melaju lebih cepat dari sebelumnya.
Ia mencontohkan, pada 2017, pemerintah merevisi batas minimum saldo rekening yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak dari Rp200 juta naik menjadi Rp1 miliar. Kontan saja, pelaku UMKM mengajukan keberatan.
#PilkadaSerantak#INDEF#JokoWidodo#
(Setyaki Purnomo)