Suka Tidak Suka, Kekuatan Politik Alumni 212 Memang Nyata
Suka Tidak Suka, Kekuatan Politik Alumni 212 Memang Nyata
Aksi Bela Islam 212

Jakarta, MERDEKANEWS - Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat Suara Tuhan) begitulah adagium lama demokrasi yang sampai sekarang masih terus berlaku. Alumni 212 telah membuktikannya saat Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Suka tidak suka, kekuatan politik Alumni 212 di Pilkada serentak di bulan Juni 2018 nanti sedikit-banyak akan terasa.

Siapa pemilik massa banyak, dialah yang berkuasa. Terlepas dari benar-salah, suara mayoritas selalu mengalahkan suara minoritas. Itulah satu-satunya kelemahan sistem demokrasi yang dianut banyak negara termasuk Indonesia. Pun begitu, sistem demokrasi sejauh ini diyakini tetap lebih baik ketimbang sistem pemerintahan lainnya.

Dalam kaitan Pilkada serentak nanti, terdapat fenomena demokrasi baru di Indonesia yakni dengan lahirnya Alumni 212, sebuah komunitas yang terbentuk secara alamiah sebagai respons atas “keseleo lidah” Ahok, Gubernur DKI Jakarta waktu itu. Gerakan massa yang tergabung dalam Alumni 212 terbilang fenomenal dalam sejarah Indonesia. Sebab dengan berkumpulnya massa, di situlah kekuatan politik telah hadir dengan nyata.

Sehingga, sangat wajar apabila Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Al-Khaththath, dalam pernyataan persnya seperti dilansir detikcom, Selasa (11/1/2018), yang menyebut kemenangan Anies-Sandi di Jakarta tidak terlepas dari masifnya gerakan Alumni 212. Sebab siapa sangka, Ahok yang bila dinilai secara kinerja banyak mendapat pujian, akhirnya kandas ketika mengusik keyakinan pemilik mayoritas suara.

Kemenangan Anies-Sandi di Jakarta juga sekaligus menjadi bukti bahwa politik identitas masih mendapat tempat di ruang demokrasi kita. Meski pahit, tetapi itulah faktanya. Maka jangan heran, mengutip pernyataan Al-Khaththath, Alumni 212 ingin mengulangi kesuksesan di Jakarta ke daerah lain yang akan menghelat Pilkada.

Berdasarkan populasi penduduk, Alumni 212 nanti akan banyak berpengaruh pada Pilgub Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di tiga Pilgub ini, kemenangan pasangan cagub-cawagub akan dipengaruhi oleh seberapa masif gerakan politik dari Alumni 212. Model-model kampanye di Jakarta akan dengan mudah diadopsi di tiga provinsi ini.

Meski begitu, jika ditilik dari sudut populasi penduduk di daerah lain, Alumni 212 tentu saja tidak bisa berbuat banyak di Pilgub Papua, Kalimantan Barat, maupun Bali. Sebab kembali lagi, Alumni 212 merupakan sebuah gerakan yang lahir dari sebuah proses alamiah atas adanya persamaan identitas.

Dengan demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan politik Alumni 212 memang nyata. Paling terpenting, selama kekuatan politik itu digunakan tanpa melanggar hukum seperti memaksa orang lain untuk memilih pasangan tertentu, selama itu pula Alumni 212 masih berada dalam koridor demokrasi.

Kalaupun ada pihak yang kurang setuju dengan gerakan Alumni 212, itulah wajah demokrasi yang sebenarnya. Sebab, selalu ada dua sisi dalam demokrasi. Siapa pemilik suara paling banyak, dialah pemenangnya. Tentu harapan semua pihak, Pilkada serentak 2018 akan tetap berlangsung aman dan damai tanpa harus mempertaruhkan keutuhan NKRI.

Sebab kita semua sepakat, NKRI adalah harga mati.

(Ishak Pardosi)
Bedah Buku 212 Undercover, Mengungkap Fakta di Baliknya
Bedah Buku 212 Undercover, Mengungkap Fakta di Baliknya
Bedah Buku 212 Undercover, Mengungkap Fakta Dibaliknya
Bedah Buku 212 Undercover, Mengungkap Fakta Dibaliknya