Merasa Difitnah, Hartono Laporkan Marah Sakti Siregar Cs ke Polda Metro Jaya 
Merasa Difitnah, Hartono Laporkan Marah Sakti Siregar Cs ke Polda Metro Jaya 
"Hari Sabtu tanggal 21 Agustus 2021, saya melaporkan Marah Sakti Siregar, Andi Muchainin Ma’arif dan Ir. Budiharto ke Polda Metro Jaya, atas dugaan pidana 311 KUH Pidana," ujar advokat DR B Hartono, SH, SE, AK, MH kepada awak media, Minggu (22/8/2021).

Jakarta, MERDEKANEWS -- Ketua Pembangunan Masjid At Tabayyun, Marah Sakti Siregar, Andi Muchainin Ma'srif dan Ir. Budiharto dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan telah melakukan tindak pidana membuat laporan palsu (fitnah) sebagaimana diatur pasal 311 KUH Pidana.


"Hari Sabtu tanggal 21 Agustus 2021, saya melaporkan Marah Sakti Siregar, Andi Muchainin Ma’arif dan Ir. Budiharto ke Polda Metro Jaya, atas dugaan pidana 311 KUH Pidana," ujar advokat DR B Hartono, SH, SE, AK, MH kepada awak media, Minggu (22/8/2021).


Respons Hartono dilakukan setelah sehari sebelumnya, Jumat (20/8/2021), Marah Sakti Siregar yang bertindak selaku Ketua Pembangunan Masjid At Tabayyun, bersama Andi Muchainin Ma'srif dan Ir. Budiharto mendatangi Polda Metro Jaya. Ketiganya melaporkan advokat B Hartono dengan tuduhan telah melakukan pemalsuan data dan memanipulasi data terkait Pembangunan Masjid At Tabayyun yang berlokasi di Taman Vila Meruya, Jakarta Barat.


Hartono menilai tuduhan Marah Sakti Siregar dkk terhadap dirinya tidak benar dan salah alamat. "Jelas hal tersebut tidak benar," tegas Hartono.


Menurutnya, perkara Gugatan Pembatalan SK Gubernur 
yang saat ini berproses di PTUN Jakarta, dilakukan oleh 9 Ketua RT dan 1 Sekertaris RT yang bertindak untuk dan atas nama 292 Warga Perumahan TVM. Adapun Hartono adalah sebagai kuasa hukumnya. "RT memberikan kuasa secara khusus kepada kami untuk mengajukan gugatan. Jadi laporan Andi Muchainin Ma’arif dan Ir. Budiharto kepada saya tidak relevan dan merupakan fitnah kepada saya," jelas Hartono.

Dia mengungkapkan Gugatan Pembatalan SK Gubernur di PTUN akan diputuskan pada tanggal 30 Agustus 2021. Selama persidangan banyak fakta terungkap, diantaranya dugaan manipulasi data yang dilakukan oleh oknum Panitia Pembangunan Masjid At-Tabayun.


Adapun fakta tersebut diungkapkan oleh saksi fakta Penggugat yang menyatakan bahwa saksi tersebut pernah dimintai tanda tangan diatas surat bermeterai untuk mendukung pembangunan masjid At-tabayun.


"Padahal saksi fakta tersebut bukan warga Taman Villa Meruya, dan bukan merupakan calon pengguna masjid At-Tabayun, letak rumahnya pun lebih dari radius 500 meter dari lokasi Pembangunan Masjid At Tabayyun," beber Hartono.


Tak cuma itu. Hartono melanjutkan saksi juga menyebutkan terdapat beberapa nama lain yang dimintai tandatangan untuk hal yang sama, padahal notabene bukan Warga TVM dan letaknya lebih dari radius 500 meter. "Tentu hal tersebut bertentangan dengan Pergub DKI Jakarta Nomor 83 Tahun 2012 tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat terkait syarat administrasi dan khusus," terangnya 

Ada pula fakta lain yang diungkap oleh saksi fakta Tergugat II Intervensi, yaitu Ketua Komisi Rekomendasi FKUB Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan pernyataan bahwa selama ini memang tidak pernah ada terjadi pembangunan Masjid diatas lahan RTH/PHT.

"Selain itu, terungkap dari bukti surat Tergugat II Intervensi soal Pernyataan Keberatan 2 orang warga bernama Hendro Prasetyo, SE Msi dan Nyemas Rubi Sabariah yang menyatakan bahwa tidak pernah memberikan persetujuan kepada Para Penggugat untuk mengajukan Gugatan Pembatalan SK Gubernur Nomor 1021 Tahun 2020. Setelah Kami cek kedua nama orang tersebut juga tidak pernah memberikan kuasa kepada kami," paparnya.


Lebih mencengangkannya lagi, lanjut Hartono, setelah pihanua mengkonfirmasi kepada para Ketua RT Perumahan TVM, ditemukan fakta bahwa kedua nama tersebut juga tidak terdaftar sebagai Warga Taman Villa Meruya, melainkan hanya mengaku-ngaku sebagai warga Taman Villa Meruya.

"Kemudian terkait Klaim Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun yang mengklaim bahwa sebanyak 95 Warga Taman Villa Meruya menyatakan bahwa tidak pernah memberikan persetujuan kepada Para Penggugat untuk mengajukan gugatan Pembatalan SK Gubernur Nomor 1021 Tahun 2020 dan setelah Kami lakukan pengecekan ditemukan fakta bahwa 95 Warga tersebut juga tidak pernah memberikan kuasa kepada Kami dan bahkan ada 2 orang tersebut di atas yang mengaku-ngaku sebagai warga Perumahan TVM, sehingga Surat Pernyataan tersebut tidak relevan dan tidak mempunyai legal standing dalam Perkara ini," jelasnya.

Bahkan, Hartono meyakinkan bahwa bukti surat yang mereka sajikan dipersidangan tidak menguatkan dalil-dalil mereka yang mengklaim telah memperoleh persetujuan dari warga sekitar lokasi pembangunan. "Klaim mereka yang menyatakan telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar lokasi pembangunan secara massif," ucap Hartono.


Dari fakta persidangan juga terungkap pihak mereka telah mengajukan Permohonan Ijin kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak bulan Juli 2018 yang dilakukan oleh Ilham Bintang dan Burhanuddin Andi. "Sedangkan mereka baru mengundang Para Ketua RT tanggal 3 November 2019 dan/atau 1 tahun 4 bulan setelah mereka mengajukan rangkaian permohonan perijinan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ajaib bukan?" Hartono menerangkan.


"Lazimnya, kan harusnya, memperoleh persetujuan dari Ketua RT Perumahan TVM dan setelah dilakukan sosialisasi secara terus menerus oleh Panitia Pembangunan Masjid At Tabayyun bersama dengan FKUB yang difasilitasi oleh Lurah dan Kecamatan," sambungnya.

Sedangkan saksi ahli yang dihadirkan oleh Para Penggugat yaitu Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., MS. Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Airlangga Surabaya, menyatakan bahwa meskipun lahan PHT/RTH yang dimaksud dalam Objek Sengketa merupakan asset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun tetap Pemerintah Provinsi DKI dalam menerbitkan suatu KTUN harus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Di persidangan Prof. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, mengungkapkan lahan PHT/RTH tidak dapat dialihfungsikan untuk berbagai kegiatan apapun termasuk keagamaan melainkan harus tetap dipertahankan sesuai peruntukan dan fungsinya, yaitu RTH/PHT


Apalagi ditambah adanya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR PZ dan Lampiran III-1 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang RDTR PZ Gambar-19 A Peta Zonasi Kecamatan Kembangan Kota Administrasi Jakarta Barat yang memperlihatkan dengan jelas bahwa lahan PHT/RTH yang dimaksud dalam Objek Sengketa merupakan lahan RTH/PHT dengan nomor dan Kode 056.H.2 sebagai Sub Zona Taman Kota/Lingkungan yang tidak dapat dialihfungsikan.

"Materi gugatan Kami sudah jelas terkait banyaknya aturan yang dilanggar atas diterbitkannya SK Gubernur tersebut, mulai dari peraturan perundang-undangan hingga Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), bagaimana mungkin seorang Gubernur sebagai pejabat publik mengengesampingkan peraturan perundang-undangan yang dengan tegas mengatur bahwa PHT/RTH tidak dapat dialihfungsikan/dialihperuntukan?" ujar Hartono.

Hartono mengatakan dalam persoalan ini Marah Saksi Siregar Cs selaku Ketua Panitia Pembangunan Masjid dinilai setiap pemberitaannya selalu membangun narasi yang jauh dari materi gugatan. "Mereka selalu menggiring opini kearah isu agama, menyerang pribadi kami, menyerang pribadi Warga Perumahan TVM, bahkan seringkali dalam berita-berita yang diproduksi dan dipublikasikannya selalu mengandung muatan memprovokasi, tendensius dan bahkan menjurus pada ujaran kebencian atau SARA," kata Hartono.


Hal tersebut, lanjutnya telah memperlihatkan bahwa Marah Sakti Siregar Cs tidak menjaga marwahnya sebagai seorang jurnalistik yang seharusnya menyuguhkan pemberitaan yang berimbang, akurat dan independen. "Oleh karenanya, atas berbagai pemberitaannya tersebut, pada tanggal 21 Mei 2021 Kami juga telah melaporkannya kepada Dewan Pers namun hingga saat Dewan Pers tidak pernah menindaklanjuti laporan kami," ucap Hartono.

Hartono juga menyebut muatan berita yang dibangun Marah Saksi Siregar Cs kerap menuduh, memprovokasi, tendensius. "Bahkan ada 3 orang Warga Perumahan TVM yang diserang secara pribadi dengan membuka identitas pribadinya diberbagai media massa online, awalnya Kami tidak mau menanggapinya namun semakin kami biarkan mereka semakin menjadi-jadi dengan memproduksi serta mempublikasikannya diberbagai media massa online," sesal Hartono.


Karena itu pula, Hartono mengaku tak bisa dibiarkan dan ditolelir lagi. "Oleh karenanya, agar pemberitaan terkait perkara ini tidak semakin dipelintir dan menjadi liar oleh pihak mereka, maka mau tidak mau Kami harus melaporkannya kepada pihak yang berwajib agar dapat dengan segera diproses hukum karena dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan ditengah masyarakat," tegasnya.

(Red)