Pencegahan Perkawinan Anak Tugas Semua Pilar Pembangunan Bangsa
Pencegahan Perkawinan Anak Tugas Semua Pilar Pembangunan Bangsa
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari pada Media Talk dengan tema “Orangtua, Anakmu Masih Ingin Belajar. Jangan Kawinkan Dulu, Ya!” yang diselenggarakan secara virtual.

Jakarta, MERDEKANEWS -- Perkawinan anak di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak pada 2020, 1 (satu) dari 9 (sembilan) anak di Indonesia menikah.

Banyak dampak negatif yang disebabkan dari perkawinan anak, diantaranya hilangnya hak anak terhadap pendidikan, tumbuh, dan berkembang. Pencegahan perkawinan anak merupakan kerja bersama semua pilar pembangunan bangsa, termasuk peran anak itu sendiri demi menyadarkan masyarakat betapa perkawinan anak dapat merenggut masa depan anak yang cerah.

“Tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak diantaranya tidak semua anak memiliki resiliensi yang tinggi dan perilaku berisiko pada remaja, langgengnya praktik perkawinan anak sebagai bagian dari tradisi dalam masyarakat, belum optimalnya pelaksanaan peraturan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, serta belum optimalnya komitmen dan koordinasi layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak,” jelas Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari pada Media Talk dengan tema “Orangtua, Anakmu Masih Ingin Belajar. Jangan Kawinkan Dulu, Ya!” yang diselenggarakan secara virtual.

Perwakilan End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking Of Children For Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Rio Hendra mengatakan perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. Dalam kondisi pandemi saat ini, jumlah perkawinan anak justru meningkat di banyak daerah.

Selama tahun 2020, angka permohonan Dispensasi Kawin yang diajukan memang memprihatinkan. Berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2020 permohonan Dispensasi Kawin yang masuk mencapai 65.302, atau meningkat 3 kali lipat dibanding tahun 2019.

“Beberapa alasan terjadinya perkawinan anak, khususnya anak perempuan, diantaranya alasan ekonomi, dampak belajar secara daring, pergaulan yang tidak semestinya dengan teman sebaya atau orang dewasa, nilai budaya, serta perkawinan yang dilakukan secara terpaksa karena menjadi korban kekerasan seksual,” terang Rio.

Pencegahan perkawinan anak telah menjadi salah satu dari 5 (lima) arahan Presiden RI untuk Kemen PPPA. Selain itu, pemerintah telah melakukan berbagai hal dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan anak.

Upaya tersebut diantaranya meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak yang menjadi dasar kekuatan dan sistem dalam mencegah perkawinan anak. Kemen PPPA bersama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) juga telah meluncurkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang menjamin pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, salah satunya desa harus nol perkawinan anak, serta tengah menyusun Rancangan Peraturan Pelaksanaan (RPP) tentang Dispensasi Kawin yang akan mengatur pra Dispensasi Kawin hingga pendampingannya pasca Dispensasi Kawin.

Namun, pemerintah tidak bisa melakukan pencegahan perkawinan anak sendirian. Oleh karenanya, 4 (empat) pilar pembangunan bangsa harus dikuatkan dan ikut berperan bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak, yakni pemerintah, media, dunia usaha, dan masyarakat, termasuk anak.

Optimalisasi kapasitas anak memang begitu penting dalam melakukan pencegahan perkawinan anak. Hal ini terbukti dengan peran dan keterlibatan Forum Anak, salah satunya di wilayah Jawa Tengah pada Gerakan “Jo Kawin Bocah” atau yang berarti Jangan Kawin di Usia Anak yang diinisiasi oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah.

“Gerakan ini mengajak masyarakat, utamanya anak di wilayah Jawa Tengah untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Gerakan ini dilakukan melalui aktivasi kampanye melalui website dan media sosial, seperti membuat Jingle dan TikTok Challenge, penyelenggaraan Expo dan Workshop “Jo Kawin Bocah” oleh Dinas P3AP2KB Jawa Tengah dengan melibatkan Forum Anak, webinar, talkshow dan Podcast, meluncurkan buku saku “Jo Kawin Bocah”, meluncurkan Care Center untuk konsultasi terkait perkawinan anak, serta pelatihan keterampilan hidup,” terang Ketua Forum Anak Kota Semarang, Maria De Laurdes atau akrab disapa Maya.

Dalam kesempatan ini, Rohika juga mengajak berbagai pihak untuk mencegah perkawinan anak demi masa depan anak yang lebih cerah.

“Ayo, seluruh pilar pembangunan bangsa, momentum Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh setiap 23 Juli menjadi tepat bagi kita semua untuk melindungi anak dari perkawinan anak, demi terwujudnya masa depan anak yang lebih baik dan berkualitas,” tutup Rohika.

(Ipeh)
KemenPPPA: Perempuan Korban Kekerasan Harus Berani Melapor
KemenPPPA: Perempuan Korban Kekerasan Harus Berani Melapor
Telkom Daycare Jadi Taman Asuh Ceria Anak Pertama Berstandar “TARA Ramah Anak” Kementerian PPPA RI
Telkom Daycare Jadi Taman Asuh Ceria Anak Pertama Berstandar “TARA Ramah Anak” Kementerian PPPA RI
Kecam Dugaan Kekerasan Seksual oleh Bupati Maluku Tenggara, Ini Kata Menteri PPA
Kecam Dugaan Kekerasan Seksual oleh Bupati Maluku Tenggara, Ini Kata Menteri PPA
Faktor Penyebabnya Masalah Ekonomi dan Kemiskinan, Begini Modus Perdagangan Orang
Faktor Penyebabnya Masalah Ekonomi dan Kemiskinan, Begini Modus Perdagangan Orang
Kemen PPPA: Perempuan Merupakan Aspek Penting dalam Penyelesaian Konflik Sosial
Kemen PPPA: Perempuan Merupakan Aspek Penting dalam Penyelesaian Konflik Sosial