Akibat Pasal 158, MK Dipersepsikan Sebagai Benteng Kecurangan Pilkada
Akibat Pasal 158, MK Dipersepsikan Sebagai  Benteng Kecurangan Pilkada
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis

MERDEKANEWS-Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) berani keluar dari jeratan pasal 158 Undang-undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).

Persoalan tersebut , menurut Margarito, khususnya mengenai  ambang batas 0,5% hingga 2% untuk pengajuan gugatan perselisihan hasil pemilu kepala dearah.

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan agar MK tidak dipersepsikan sebagai benteng kecurangan pelaksanaan pilkada

“Sepanjang pengamatan saya, MK ini belum pernah mengambil langkah mengesampingkan Pasal 158 tersebut, padahal aspek ini sangat penting,” ujar Margarito, dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/2).

Menurut Margarito, karena MK tidak pernah mengesampingkan Pasal 158 tersebut, maka pasal ini menjadi lisensi bagi orang-orang yang mempunyai niat jahat untuk melakukan tindakan kecurangan di Pilkada.

Padahal, pasal ini dapat dikatakan sebagai extreme in justice yang dalam positif tulen sekalipun, pasal model seperti ini ditolak. 

"Pasal ini bertentangan dengan hakikat demokrasi. Sebab, bagaimana bisa hak diperoleh dengan cara yang tidak sah," ujarnya.
 
Margarito meminta MK mengetahui betul fakta persidangan, bagaimana calon-calon menggunakan APBD, atau menggerakkan aparatur birokrasi dari kabupaten hingga desa.

"Begitu juga, bagaimana kandidat menggunakan anggaran yang sudah diputuskan dalam paripurna DPRD untuk digunakan pada 2021, tetapi anggaran tersebut malah dipakai pada 2020, seperti kasus Kota Tidore," kata dia.
 
Saat ini, MK telah menerima 136 permohonan perselisihan hasil pilkada sejak pengumuman pleno hasil Pilkada 2020 oleh KPU di sejumlah daerah. Dari jumlah itu, 25 permohonan memenuhi ambang batas 0,5 hingga 2 persen sebagaimana ditentukan oleh Pasal 158 UU Pilkada.

(Muh)
Aksi Walkout Warnai Sidang Putusan Gugatan Rekam Jejak Capres
Aksi Walkout Warnai Sidang Putusan Gugatan Rekam Jejak Capres
Dramatik:
Dramatik: "Hakim Etik Mengadili Hakim Konstitusi"
Pemilu 2024 Berlangsung Demokratis Jadi Tolok Ukur Indonesia Negara Demokrasi Matang
Pemilu 2024 Berlangsung Demokratis Jadi Tolok Ukur Indonesia Negara Demokrasi Matang
MK Tolak Uji Materi Sistem Pemilu, Dion: Karena Pemilu Ini Adalah Pemilunya Rakyat
MK Tolak Uji Materi Sistem Pemilu, Dion: Karena Pemilu Ini Adalah Pemilunya Rakyat